News
Minggu, 2 November 2014 - 09:17 WIB

KONFLIK INTERNAL PPP : Diwarnai Isu Penjegalan, Djan Faridz Jadi Ketua Umum PPP Kubu Suryadharma Ali

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suryadharma Ali (kedua kiri) dan pengurus PPP. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Muktamar VIII PPP versi Suryadharma Ali diwarnai kontroversi. Bukan status penyelenggaraannya, tapi proses pemilihan Ketua Umum PPP menggantikan mantan Menteri Agama itu.

Politisi PPP, Djan Faridz, ditetapkan sebagai ketua umum DPP PPP periode 2014-2019 secara aklamasi dalam Muktamar VIII PPP, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (2/11/2014) dini hari.

Advertisement

“Dengan ini dinyatakan Djan Faridz sebagai calon tunggal, dan ditetapkan sebagai ketua umum terpilih periode 2014-2019, pada Muktamar VIII PPP, 30 Oktober sampai 2 November,” kata pimpinan sidang, Ahmad Gozali, di lokasi muktamar.

Pernyataan Ahmad Gozali didukung mayoritas DPW dan DPC yang hadir. Spanduk ucapan selamat terhadap Djan Faridz tiba-tiba dibentangkan di depan arena muktamar.

Sebelumnya, terdapat sejumlah nama yang maju sebagai ketua umum PPP dalam muktamar ini antara lain Faridz, Ahmad Yani, Ahmad Muqowan, dan Dimyati Natakusumah. Entah mengapa tiba-tiba Djan Faridz ditetapkan sebagai calon tunggal, dan dipilih secara aklamasi.

Advertisement

Merasa Dijegal
Sementara itu, Ahmad Yani langsung meninggalkan ruangan pasca penetapan Faridz sebagai ketua umum. Sedangkan pendukung Yani di arena muktamar tampak kecewa.

Ahmad Yani merasa dijegal maju sebagai ketua umum DPP PPP dalam Muktamar kali ini.

“Jelas dong (merasa dijegal),” tegas Yani, seraya meninggalkan arena muktamar, sesaat setelah sidang muktamar menetapkan Djan Faridz sebagai calon tunggal dan terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum PPP 2014-2019, di Jakarta, Minggu dini hari.

Advertisement

Yani mengatakan penetapan Faridz sebagai ketua umum adalah skenario yang dijalankan sedemikan rupa. Dia menilai Muktamar PPP di Jakarta lebih buruk dari Muktamar Surabaya.

“Ini lebih buruk dari Surabaya, tidak demokratis. Nanti kita lihat saja apakah ketua umum baru bisa lebih baik ke depan atau bagaimana,” kata Yani.

Yani sendiri awalnya ingin berkompetisi sebagai ketua umum melalui voting. Yani mengklaim memiliki dukungan 2/3 DPC PPP. Sejumlah DPC pendukung Yani terlihat tidak terima dan meneriakkan nama Yani berulang kali, namun suaranya tidak didengarkan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif