Jogja
Selasa, 28 Oktober 2014 - 03:20 WIB

Es Krim Temulawak Tak Lagi “Galak”

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Es Krim Herbal Sari Jampi dipasarkan dalam Kulonprogo Expo 2014. (Switzy Sabandar/JIBI/Harian Jogja)

Dari tangan dinginnya, temulawak tak lagi “galak”. Dipadu dengan gula dan susu, tanaman herbal bernama latin Curcuma xanthorrhiza ini bermetamorfosis menjadi es krim yang nikmat. Bagaimana kisahnya? Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Switzy Sabandar.

Saking nikmatnya, anak-anak hingga nenek-nenek pun tak ingin ketinggalan mencoba es krim yang satu ini. Sekali beli sudah pasti ketagihan.

Advertisement

Sedikit pahit memang, tetapi bayangan rasanya yang mencekat kerongkongan sudah hilang. Terlebih tersedia tiga varian rasa yang digemari setiap orang, coklat, vanila, dan coklat vanila.

Tak ada lagi yang menolak tanaman herbal yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan pencernaan, osteoarthritis, hingga kanker ini dalam bentuk es krim. Berlabel Sari Jampi, es krim temulawak olahan Siti Rupingah banyak dicari.

Advertisement

Tak ada lagi yang menolak tanaman herbal yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan pencernaan, osteoarthritis, hingga kanker ini dalam bentuk es krim. Berlabel Sari Jampi, es krim temulawak olahan Siti Rupingah banyak dicari.

Berbagai perhelatan sunatan maupun pernikahan menyajikan es krim itu dan tidak hanya temulawak yang dijadikan bahan baku pembuatan es krim, tetapi juga jenis tanaman obat yang identik sebagai jamu, seperti wedhang uwuh, jahe, kunyit, dan sebagainya.

“Kalau dalam bentuk jamu tidak semua orang suka, apalagi anak-anak, padahal tanaman herbal bagus sekali manfaatnya untuk kesehatan, jadi kenapa tidak dibuat menjadi makanan olahan es krim,” ucap ketua kelompok wanita tani (KWT) Lestari Dusun Gunung Gondang, Desa Margosari, Kecamatan Pengasih ini.

Advertisement

Ia hanya memanfaatkan beragam tanaman obat yang tumbuh di sekitar rumahnya setelah mendapat pelatihan membuat es krim temulawak dari mahasiswa UGM Jogja pada 2010. Namun, ia baru merealisasikan es krim herbal pada 2012. Alasannya, bantuan alat dan fasilitas baru diberikan Dinas Pertanian DIY pada tahun itu.

Bahan baku yang digunakan sama dengan kebanyakan es krim lainnya, hanya saja dosis dan komposisinya yang berbeda karena ia mengedepankan tanaman herbal. Sayangnya, untuk takaran pasti, Siti enggan menyebutkan secara rinci.

Namun, hal ini dimaklumi karena es krim herbal dibuat untuk dipasarkan. Sekalipun mendapat bimbingan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kulonprogo serta pemerintah Kecamatan Pengasih, ibu dari satu anak ini memilih untuk membuka gerai es krimnya di Pantai Goa Cemara Bantul.

Advertisement

“Saya asli Bantul jadi kalau menjual di Bantul banyak saudara yang membantu, tetapi ini lagi diusahakan untuk membuka gerai di Kulonprogo dan sedang menunggu alat, karena alat yang digunakan untuk menjual es krim baru satu,” jelas perempuan berkerudung ini.

Kendati demikian, ia tidak menolak pembeli yang datang ke kediamannya di Gunung Gondang. Kalau masih ada stok, dengan senang hati ia melayani pembeli. Es krim herbal dibanderolnya dengan tiga tingkatan harga, Rp4.000 untuk cup kecil, Rp5.000 untuk cone, dan Rp6.000 untuk cup besar.

Lagi-lagi ia menolak mengungkapkan omzet yang diraihnya dari penjualan. “Ya kalau ramai bisa sampai ratusan cup, tetapi tidak perlu disebutkan, saya malu,” kilahnya.

Advertisement

Siti menguraikan kiprah KWT Lestari dalam memanfaatkan tanaman herbal sudah berlangsung belasan tahun. Awalnya, harga tanaman obat sewaktu panen murah sekali.

Jika dibiarkan, para petani tidak akan memperoleh keuntungan dan sulit berkembang. Pada 1998, mereka mendapat pelatihan untuk menciptakan produk olahan dari tanaman obat, mulai dari gula kristal hingga sirup.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif