Jogja
Selasa, 28 Oktober 2014 - 02:20 WIB

2016, Tiap Keluarga di Gunungkidul Wajib Miliki Jamban

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kloset untuk jamban keluarga sehat. (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL— Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul menargetkan pada 2016 mendatang, seluruh desa sudah menerapkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Salah satunya, tiap keluarga diharapkan memiliki jamban secara mandiri.

Meski demikan, tantangan mewujudkan program tersebut tidaklah mudah. Sebab, hingga saat ini, baru ada 25 desa yang menerapkan program kesehatan lingkungan itu. Padahal jumlah total desa di Gunungkidul mencapai 144 desa.

Advertisement

Kepala Bidang Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Gunungkidul Sumitro mengakui untuk mencapai target tersebut tidaklah mudah. Sebab, selain peran serta dari pemerintah, juga butuh partisipasi dari masyarakat.

“Tantangan berat untuk bisa menyukseskan program kesehatan lingkungan berbasis masyarakat. Meski baru ada 25 desa yang menerapkan program itu, namun kami tetap optimistis bisa selesai tepat waktu,” kata Sumitro kepada Harian Jogja, akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan, program STBM terdapat lima pilar di dalamnya. Namun, pemerintah lebih memfokuskan di dua pilar, yakni stop buang air besar sembarangan (BABS) dan cuci tangan dengan sabun.

Advertisement

“Pengelolaan makanan dan minuman yang sehat; pengolahan sampah dengan benar; serta pengolahan limbah cair yang aman merupakan bagian penting dalam program STBM. Namun, pada praktiknya lebih menekankan pada stop BABS dan cuci tangan dengan sabun,” ucap Sumitro.

Menurut dia, dua pilar sangat penting karena keduanya merupakan hal mendasar untuk kesehatan. Untuk menunjang program tersebut, pemerintah terus menggulirkan bantuan kloset kepada masyarakat. “Tahun ini ada 520 kloset yang dibagikan ke masyarakat,” ungkapnya.

Sumitro berharap pemberian bantuan dapat memberikan stimulan kepada masyarakat untuk lebih sadar terhadap kesehatan lingkungan, salah satunya dengan memiliki jamban sendiri. Menurut dia, ada dua faktor penghambat dalam program itu. Pertama, tingkat kesadaran masyarakat yang masih kurang, di mana warga masih sering buang air sembarangan. Kedua, tingkat kemampuan finasial masyarakat juga ikut berpengaruh dalam keberhasilan program STBM.

Advertisement

“Sosialisasi akan terus kami lakukan. Selain itu, kami juga memberikan stimulan berupa pemberian kloset kepada warga. Tidak bisa dipungkiri, ada sebagian warga sudah ingin memiliki jamban sendiri, tapi dari sisi kemampuan ekonomi belum bisa mewujudkannya,” papar Sumitro.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif