Soloraya
Minggu, 26 Oktober 2014 - 05:31 WIB

ASAL USUL : Asale Terminal Dokar Ngaru-Aru Boyolali

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI–Terminal Dokar Ngaru-aru terletak di Desa Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono, Boyolali. Istilah terminal diambil sejak tahun 1975 untuk menandakan jika tempat yang dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali saat itu menjadi pusat perhentian masyarakat di pertigaan Ngangkruk, Jl. Solo-Semarang.

Di awal, Terminal Dokar tersebut ramai dikunjungi banyak orang. Selain para wisatawan yang hendak berkunjung khususnya ke Umbul Pengging, masyarakat sekitar Banyudono, Teras dan Sawit juga masih jarang memiliki kendaraan pribadi. Saat itu, kusir dokar menerima banyak tumpangan.

Advertisement

Tarif dokar yang murah juga disinyalir menjadi daya tarik masyarakat untuk tetap menggunakan moda trasportrasi yang ditarik kuda itu.

Tahun 1980 hingga 1990-an, satu orang yang menumpang dokar dari pertigaan Ngangkruk hingga lokasi wisata Umbul Pengging, sejauh kurang lebih 1 kilometer (km), hanya dikenakan tarif senilai Rp500, lebih murah dari jasa ojek yang mencapai Rp1.000.

Ramainya masyarakat juga berimbas pada jumlah kusir. Banyak kusir dari luar Banyudono ikut mengais rezeki dan ngetem di Terminal Ngaru-aru. Jumlah kusir dokar pada awal pembangunan Terminal tersebut mencapai 100 orang. Satu orang dari mereka bisa mengantar lebih dari 50 orang per hari.

Advertisement

Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah kusir terus berkurang. Menurut Ketua Payugupan Guyup Rukun Kusir Terminal Dokar Ngaru-aru periode 1975-2009, Sutono, 66, dengan maraknya sepeda motor dan telepon genggam mulai sekitar tahun 2003 membuat jumlah penumpang dokar semakin berkurang.

“Kalau ke Umbul Pengging, masyarakat pada naik motor sendiri. Selain itu, jika sudah naik kendaraan umum dan turun di pertigaan [Ngangkruk], masyarakat menggunakan telepon genggam untuk menghubungi sanak saudara. Mereka minta dijemput. Ya, kami tidak dapat tumpangan,” kata Sutono saat berbincang dengan Solopos.com di Terminal Dokar Ngaru-aru, Kamis (16/10/2014).

Sutono mengatakan jumlah penumpang yang berkurang juga menyebabkan sejumlah kusir beralih ke pekerjaan lain. Hingga kini jumlah kusir yang sebagian besar berusia paruh baya tersebut paling banyak sekitar 30 orang yang ngetem di terminal per hari.

Advertisement

“Sekarang penumpang berkurang. Gantian kami yang antre untuk menunggu mereka. Kini, kami banyak melayani penumpang yang ingin mengenang atau bernostalgia mengingat masa lalu saat berwisata ke daerah Pengging. Sekali tarikan ke Pengging [dari terminal], cukup Rp3.000,” ujar Sutono.

Advertisement
Kata Kunci : Asal Usul Asale
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif