Jogja
Sabtu, 25 Oktober 2014 - 09:20 WIB

Kasus Terminal Giwangan, Aktivis Antikorupsi Minta Herry Zudianto Bertanggung Jawab

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terminal Giwangan (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, JOGJA-Sejumlah aktivis antikorupsi yang menamakan diri dari Front Antikorupsi Masyarakat Yogyakarta (Frakmayo) mendesak Kejaksaan Tinggi DIY untuk mengusut dugaan korupsi pengelolaan Terminal Giwangan.

Hal itu diungkapkan saat melakukan unjuk rasa di halaman Kejaksaan Tinggi DIY, Kamis (23/10/2014).  Usai melakukan orasi, delapan aktivis antikorupsi kemudian melakukan audiensi kemudian menyerahkan bukti-bukti adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh perusahaan PT. Perwita Karya dan mantan Walikota Jogja Herry Zudianto.

Advertisement

“Kami menuntut Kejaksaan Tinggi untuk memeriksa Herry Zudianto sebagai walikota Jogja saat itu yang diduga telah membuat dan menerbitkan kebijakan yang menguntungkan kooporasi sehingga merugikan pemerintah Kota Jogja,” kata Koordinator Unjuk Rasa Albertus Iswadi.

Kasus tersebut bermula pada 1998 Pemerintah Kota Jogja membuat program pemindahan terminal umum Umbulharjo ke lokasi baru di Giwangan. Kemudian pada 2001 Walikota Jogja Herry Zudianto saat itu mewujudkan pembangunan terminal Type A di Giwangan.

Advertisement

Kasus tersebut bermula pada 1998 Pemerintah Kota Jogja membuat program pemindahan terminal umum Umbulharjo ke lokasi baru di Giwangan. Kemudian pada 2001 Walikota Jogja Herry Zudianto saat itu mewujudkan pembangunan terminal Type A di Giwangan.

Setahun kemudian, lelang terbuka dilakukan dan diikuti sejumlah tender. Kemudian PT. Perwita Karya menjadi pemenang dan memperoleh ijin mengelola terminal Giwangan selama 30 tahun. namun status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah Kota Jogja.

September 2012 muncul Perjanjian antarapemerintah Kota Jogja dan PT. Perwita Karya dihadapan Notaris yang didalam perjanjian tersebut memungkinkan pemindahan hak guna bangunan (HGB) diatas HPL diatasnamakan PT.Perwita Karya. Pada tahun yang sama juga terbit sertifikat HGB atas nama PT.Perwita Karya.

Advertisement

“Bagaimana mungkin perusahaan bisa menggadaikan aset Pemerintah Kota Jogja,” kata Albertus. Ia juga mempertanyakan kenapa perusahaan tidak memiliki modal namun dimendangkan dalam lelang.

Musthofa, anggota Frakmayo lainnya menambahkan, dugaan kejanggalan lainnya adalah pada 2009 Pemerintah Kota Jogja secara sepihak memutus kontrak dengan PT.Perwita Karya dengan alasan PT.Perwita karya tidak mampu membangun fasilitas perbelanjaan di Terminal Giwangan sehingga menimbulkan sengketa hukum.

PT.Perwita Karya menggugat Pemerintah Kota Jogja secara perdata sehingga dalam keputusan Pengadilan Negeri Pemerintah Kota Jogja diharuskan membayar Rp65 miliar pada 2010 lalu.

Advertisement

Setahun kemudian Pemerintah Kota Jogja mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Dalam banding itu Pemerintah Kota Jogja hanya membayar ganti rugi yang ditimbulkan akibat pemutusan kontrak sepihak Rp41 miliar.

Upaya Pemerintah Kota Jogja kembali ditentang PT.Perwita Karya yang kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 2013.

Akhirnya putusan MA menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jogja yang menyatakan Pemerintah Kota Jogja harus membayar ganti rugi Rp56 milair.

Advertisement

Dari kronologi kasus tersebut, Musthofa menduga ada unsur “permainan” dari pemegang kebijakan dengan perusahaan sehingga menguntungkan persauhaan karena pemerintah menyetujui dan tidak keberatan sertifikat HGB diagunkan ke bank “Patut diduga ada indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan pemegang kebijakan waktu itu,” ujar Musthofa.

Dari temuan tersebut Musthofa mengaku sudah melaporkan ke Kejaksaan Tinggi DIY. Ia juga sudah memberikan bukti-bukti dugaan adanya indikasi korupsi. Ia berharap Kejaksaan Tinggi DIY mengusut kasus tersebut karena telah merampas uang APBN milik Pemerintah Kota Jogja.

Terpisah, Herry Zudianto saat dihubungi mengatakan, tak mempermasalahkan namanya dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi. Menurutnya, kasus tersebut bukan kasus pribadi. Lagi pula, kasusnya sudah di ranah perdata dan sudah ditangani bagian hukum Pemerintah Kota Jogja. “Kasus Itu bukan pribadi saya tapi Pemerintah Kota. Dan saya sudah diluar pemerintah,” kata Herry.

Herry yang kini sebagai ketua PMI DIY menambahkan, HPL (Terminal Giwangan) sampai kapan pun tetap milik Pemerintah Kota Jogja, tidak bisa dipindah tangankan oleh siapapun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif