Jateng
Selasa, 21 Oktober 2014 - 21:50 WIB

PERLINTASAN KERETA API : PT KA Minta Pemda Bantu Tutup Perlintasan Ilegal

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perlintasan rel tak berpalang (Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos)

Ilustrasi perlintasan KA (Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos)

Kanalsemarang.com, SEMARANG – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi IV Semarang mengharapkan perlintasan-perlintasan liar kereta api (KA) segera ditutup untuk meminimalisasi kecelakaan di perlintasan.

Advertisement

“Kewenangan untuk menutup perlintasan ada di pemerintah dan pemerintah daerah bergantung status jalan, semisal jalan provinsi,” kata Kepala Humas PT KAI Daops IV Semarang Suprapto seperti dikutip Antara, Selasa (21/10/2014).

Hal tersebut diungkapkannya usai seminar bertajuk “Penanganan Hukum Terhadap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang” yang diprakarsai Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan di Hotel Aston Semarang.

Berdasarkan data PT KAI Daops IV Semarang, setidaknya ada 705 perlintasan di jalur KA antara Brebes, Jawa Tengah, hingga Bojonegoro, Jawa Timur, dan 198 perlintasan di antaranya merupakan perlintasan liar.

Advertisement

“Perlintasan antara jalan rel dan jalan raya idealnya dibuat tidak sebidang. Kalaupun terpaksa ada perpotongan (sebidang), hendaknya memenuhi berbagai klausul, seperti jarak pandang ideal,” katanya.

Perpotongan jalan rel dan jalan raya harus memenuhi aspek jarak pandang ideal, tidak membahayakan, dan dilengkapi rambu-rambu, serta alat bantu, seperti palang pintu, sirene, dan alarm.

“Selama ini, masih ada kesalahpahaman di masyarakat terkait makna perlintasan. Bahwa palang pintu, sirene, dan alarm hanyalah alat bantu, sementara alat utama pengamanan adalah rambu lalu lintas,” katanya.

Advertisement

Di perlintasan KA, kata dia, setidaknya ada tiga produk hukum yang berlaku dan mengatur, yakni Undang-Undang Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas, dan KUHP.

Melalui seminar itu, ia mengharapkan adanya pemahaman dan pengetahuan dari para “stakeholder” tentang pemaknaan perlintasan KA agar tidak terjadi kesalahpahaman, termasuk keberadaan palang pintu.

“Seperti pemerintah Bojonegoro, Jatim, yang berencana menempatkan petugas di perlintasan yang sebelumnya disebut liar. Penghilangan perlintasna liar bisa dilakukan dengan menempatkan penjaga,” tukasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif