News
Kamis, 16 Oktober 2014 - 05:31 WIB

HAJI 2014 : Penyelenggara Haji Bodong Terus Bermunculan

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jemaah haji melempar jumrah, Sabtu (4/10/2014). (JIBI/Solopos/Reuters/Muhammad Hamed)

Solopos.com, SURABAYA–Penyelenggara haji tak berizin terus bermunculan sebagai respons tingginya permintaan umroh akibat antrean haji reguler yang mencapai 17 tahun.

Direktur PT Masyaril Haram Tours & Travel (Mastour) Imriti Yasin Al Rahbini menguraikan setiap tahun ada penyelenggara haji tak berizin muncul. Meski di saat yang sama lembaga serupa juga ada yang tutup.

Advertisement

“Polanya setahun beroperasi lalu tutup, tapi yang baru terus bermunculan,” jelasnya di sela-sela pameran haji dan umroh di JX Internasional, Surabaya, Rabu (15/10/14).

Menurutnya keberadaan lembaga tak berizin tersebut kerap merugikan konsumen karena gagal berangkat akibat ketentuan tak lengkap. Ada pula penyelenggara tidak memenuhi janji seperti saat promosi.

Selain itu, kata dia, persaingan harga yang ditawarkan juga semakin tidak sehat. Bila normalnya dengan biaya US$1.900 bisa umroh 9 hari per orang maka penyelenggara jasa umroh dan haji bodong bisa menawarkan US$1.700 per orang.

Advertisement

“Harga murah kadang dengan layanan dipotong, ini membuat konsumen tak terlindungi. Belum lagi bila mereka melarikan diri, Kementerian agama tidak bisa menjamin nasib konsumen,” urainya.

Dia menilai keberadaan lembaga penyelenggara ibadah haji maupun umroh tak berizin harus ditertibkan. Terlebih setiap tahun ada saja kasus ratusan warga masyarakat tertipu.

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengungkapkan permintaan haji dan umroh setiap tahun meningkat sejalan dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Sehingga penyedia jasa umroh dan haji hanya perlu memberi pelayanan maksimal.

Advertisement

“Memang ada pengusaha nakal, ini memang harus sama-sama diperhatikan, layani saja dengan tulus,” jelasnya.

Menurutnya permintaan jasa umroh akan meningkat pesat karena antrean haji reguler 17 tahun. Antrean tersebut akan semakin panjang karena kuota Indonesia hanya 1% dari jumlah penduduk.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif