News
Selasa, 14 Oktober 2014 - 11:40 WIB

PENYERANGAN BUS SUPORTER : Korban Penggemar Bulutangkis yang Ingin Cepat Turun

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tindak anarkistis (JIBI/Solopos/Dok.)

Harianjogja.com, JOGJAMuhammad Ikhwanudin, pendukung PSCS Cilacap, yang meninggal akibat penyerangan brutal, Minggu (13/10/2014) malam ternyata bukan fan sepak bola. Dia lebih menyukai bulutangkis. Namun, olahraga yang tak terlalu dia gemari itu malah membawanya menemui ajal.

Ngadiman dengan sabar menunggu proses autopsi jenazah anak pertamanya, Muhammad Ikhwanudin, di depan ruang Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito. Mata Ngadiman sedikit sayu. Selain karena banyak air mata yang menetes, ia kurang tidur.

Advertisement

Sekitar pukul 23.00 WIB, Minggu (12/10/2014) belum tidur di rumahnya, Petenangan RT 08 RW 03 Kelurahan Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Cilacap. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Awalnya sedikit gembira, karena nomor ponsel yang masuk adalah milik Muhammad Ikhwanuddin. Namun, suara di ujung telepon bukan suara putra sulungnya, melainkan petugas medis dari RSUP Dr. Sardjito. Suara menyebutkan anaknya yang tengah kuliah di UIN Sunan Kalijaga, Jogja, mengalami kecelakaan. Ia diminta segera ke RSUP Sardjito. Dia sudah menduga anaknya meninggal dunia.

“Setelah itu saya langsung siap-siap ke Jogja tiba sebelum subuh,” ucapnya.

Sesampai di Jogja, Ngadiman salat Subuh dan langsung ingin mengetahui kondisi anaknya. Dugaannya sebelum berangkat ke Dr. Sardjito ternyata benar. Namun, si sulung tidak meninggal karena kecelakaan, tetapi pengeroyokan gara-gara sepak bola.
Ngadiman mengatakan Ikhwanudin sebenarnya tak terlalu suka sepakbola. Ikhwanudin justru pehobi bulutangkis, bahkan sempat ikut sekolah pembinaan atlet bulu tangkis di Cilacap. Namun karena di Cilacap nama PSCS sedang populer dan sukses menembus 8 Besar Divisi Utama musim ini, Ikhwanudin pun ikut-ikutan sering menonton bola, terutama saat PSCS menghelat laga kandang.

Advertisement

Minggu kemarin, Ikhwanudin menonton laga PSCS mlawan Persis Solo di Stadion Manahan, Solo. Dia berangkat naik kereta api dari Jogja. Di Manahan, dia bertemu dengan temannya dari kampung. Ikhwanudin diajak pulang ke Jogja naik bus rombongan suporter.
Sebelum bus itu diserang, Ikhwanudin pindah tempat duduk. Sebelumnya dia duduk agak di belakang, tetapi bergeser ke kursi dekat pintu depan karena ingin cepat turun ketika bus sudah memasuki kawasan Janti. Selama ini, Ikhwanudin tinggal di kos kawasan Gowok, Caturtunggal, Depok, Sleman.

Ngadiman masih mengingat saat terakhir kali dia berkomunikasi dengan anaknya melalui ponsel pada Kamis pekan lalu. Ketika itu Ikhwanudin mengaku kehabisan uang. Lalu Ngadiman pun keesokan harinya mengirim uang untuk keperluan anaknya.

“Semoga anak saya ini yang terakhir [menjadi korban kekerasan] dan polisi harus lebih peka dalam mengantisipasi kasus semacam ini,” terangnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif