News
Selasa, 14 Oktober 2014 - 14:40 WIB

BAKDI SOEMANTO WAFAT : Wes Nek Enek Apa-apa Bakdi Sing Mlebu Penjara

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas menggotong peti jenazah Bakdi Soemanto setelah disemayamkan di Balairung UGM, Senin (13/10/2014). (JIBI/Harian Jogja/Arif Wahyudi)

Harianjogja.com, JOGJA-Sejumlah seniman menghadiri upacara penghormatan terakhir guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Bakdi Soemanto, di Balairung kampus UGM, Senin (12/10/2014). Ada satu kenangan yang selalu menjadi kenangan di kalangan seniman sebayanya yang sulit untuk dilupakan. Apa kenangan tersebut?

Seniman Untung Basuki bisa dibilang bersahabat dekat dengan mendiang Bakdi Soemanto. Eratnya persahabatan itulah yang membuat Untung berkeinginan kuat untuk bisa mengantarkan almarhum sampai ke peristirahatan terakhirnya di kompleks permakaman keluarga besar UGM yang ada di Sawitsari, Sleman.

Advertisement

Panasnya terik Matahari tak menyurutkan langkah Untung untuk ikut ke permakaman. Untung terus melangkah meski terlihat diseret akibat rasa sakit di kaki kanannya. Persahabatan adalah segalanya, kakek kelahiran  12 Maret 1949 itu tidak ingin membuang kesempatan terakhir bisa menemani sahabat karib yang sudah dikenal hampir setengah abad. Kenangan yang saat ini masih terus ada di benak Untung adalah kisah yang terjadi 1970 silam. Untung lupa tanggal dan bulannya.

“Yang pasti pada waktu itu akan mementaskan teater bersama WS Rendra,” kenangnya.

Masih segar dalam ingatan Untung, waktu itu pementasan hampir gagal karena ada upaya intimidasi dari pemerintah saat itu. Jika nekat pentas, penjara menanti seniman-seniman yang terlibat di dalamnya. Namun, jika tidak dipentaskan, sama saja seniman terdikte dengan rezim yang berkuasa.

Advertisement

Di tengah situasi dilematis itulah, muncul sosok Bakdi yang dengan lantang Bakdi melecut keberanian rekan-rekannya untuk tetap pentas.

Wes nek pancen ana apa-apa mengko, ben aku sing mlebu penjara,” itulah yang diungkapkan Bakdi di tengah semangat rekan-rekannya yang mulai melempem akibat tekanan pemerintah. Akhirnya, pementasan tetap dilakukan dan pemerintah pun hanya dibuat melongo tanpa berani bertindak sebagaimana ancaman sebelum pentas.

Kesedihan mendalam juga dirasakan seniman Butet Kertaradjasa. Dia mengaku kehilangan sosok tauladan guru terbaik yang pernah dijumpainya.

Advertisement

“Saya ikhlaskan beliau dan saya yakin akan lahir Bakdi-Bakdi muda yang lain sebagai pengganti,” ujarnya.

Kemandirian Butet sebagai aktor dan eksistensi Teater Gandrik tidak terlepas dari peran dan kontribusi Bakdi. Mendiang Bakdi bahkan menemani proses pertumbuhan Butet sebagai seniman sejak sekolah menengah atas pada 1978.

“Bakdi menjadi bagian integral keaktoran saya, baik secara personal maupun teater,” ucap Butet.

Christoporus Soebakdi Soemanto tutup usia pada Sabtu (11/10/2014) dini hari di RS Panti Rapih, Jogja. Seniman ini meninggal dunia pada usia 73 tahun. Pria kelahiran Solo, 29 Oktober 1941 tersebut meninggalkan istri JA Lana Indrayati serta tiga orang anak, yaitu FAW Satya Dharma, I Kristina Dharma serta M Th Kristidiana Putri. Pada 2007 lalu almarhum berhasil mendapatkan anugerah Satyalencana Karya Satya dari Presiden Susilo Bambang Yudhyono.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif