Lifestyle
Senin, 13 Oktober 2014 - 12:20 WIB

Menyicipi Dawet Umbi-umbian ala Titik

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Cahyati Andarsih, 48, saat melayani pembelinya pada Peringatan Hari Pangan Dunia di halaman Kantor Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman, Kamis (9/10/2014). (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I. N).

Harianjogja.com, SLEMAN-Umumnya, dawet dibuat dari tepung beras yang diolah dengan berbagai bahan lain. Namun, Cahyati Andarsih memanfaatkan umbi-umbian untuk membuat cendol.

Tangan-tangan kreatif perempuan Sleman selalu berusaha menyajikan inovasi unik dan menarik dalam usaha olahan bahan pangan. Setelah Purwanti, warga Nayan, Maguwoharjo, Depok, yang membuat dawet ikan nila, Cahyati Andarsih membuat inovasi dawet ganyong pisang dan ubi ungu garut.

Advertisement

Warga Banteran, Donoharjo, Ngaglik, Sleman yang akrab disapa Bu Titik ini mengaku terinspirasi dengan Purwanti yang sudah lebih dulu membuat produk inovasi pangan berupa minuman dawet. Hari itu, dia kebetulan juga mendapat stan yang bersebelahan dengan
pendahulunya.Namun, dia tidak menggunakan bahan baku ikan, melainkan umbi-umbian.

“Saya ingin mengangkat bahan lokal, terutama umbi-umbian. Biar pilihan makanan kita semakin banyak variasinya,” ucap Titik.

Dawet umbi-umbian inovasi Titik pertama kali dibuat pada akhir September lalu. Tepatnya, usai Titik mengikuti pameran di Ambarukmo Plaza tanggal 26-28 September kemarin. Pada malam hari sebelum pameran, dia lantas mencoba bikin dawet.

Advertisement

Bahan yang digunakan untuk membuat dawet ubi ungu garut adalah ubi ungu, tepung garut, dan sagu. Sementara dawet ganyong pisang dibuat dari umbi ganyong, tepung pisang, dan sagu.

“Kita sebisa mungkin menghindari terigu,” ungkap Bu Titik.

Namun, membuat dawet ternyata diakui Bu Titik tidaklah mudah. Sekali mencoba, kata dia, bentuknya enggak langsung cantik. Sebab ganyong lebih cepat mengental, sehingga harus segera dicetak. Dari eksperimen ini, Titik menilai ubi ungu lebih mudah diolah daripada ganyong.

Advertisement

“Ganyong itu bau maupun warnanya kurang bagus, jadi saya tambahkan tepung pisang untuk mengatasi bau dan memercantik warnanya,” terangnya.

Selama tiga hari mengikuti pameran di Ambarukmo Plaza, Titik berhasil mengumpulkan Rp2 juta. Itu lah yang kemudian membuatnya terdorong untuk melanjutkan berjualan dawet seharga Rp5.000 per gelas itu.

“Kita melanjutkan di Pasar Tani setiap Jumat di Lapangan Pemda. Rencananya juga mau jualan di Lapangan Denggung kalau hari Minggu,” imbuh perempuan berusia 48 tahun tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif