Soloraya
Minggu, 12 Oktober 2014 - 14:30 WIB

Fotokopi 9.389 Lembar/Hari, Sekretariat DPRD Solo Dinilai Boros

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi DPRD Solo (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO — Anggaran fotokopi senilai Rp507 juta per tahun di Sekretariat DPRD Solo dinilai tidak logis. Dengan anggaran tersebut, rata-rata Sekretariat DPRD menggandakan dokumen sebanyak 9.389 lembar per hari. Sekretariat DPRD diminta melakukan terobosan untuk menghemat anggaran tersebut.

Penilaian itu disampaikan Direktur Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Solo, Andwi Joko Mulyanto, saat dijumpai Solopos.com, Sabtu (11/10/2014), di Grand Sae Boutique Solo. Joko, sapaan akrabnya, menghitung dengan asumsi biaya fotokopi Rp150/lembar, maka dana Rp507 juta itu bisa mendapatkan 281.667 lembar per bulan atau 9.389 lembar per hari.

Advertisement

“Bila ribuan lembar itu dibagikan kepada 45 orang anggota DPRD, maka masing-masing legislator membaca 208 lembar per hari. Ini gila! Bisa-bisa kerjaan para legislator hanya membaca regulasi. Artinya, kemampuan membaca 200 lembar per hari itu sudah di atas rata-rata. Dengan melihat fakta itu, Sekretariat DPRD harus membuat terobosan baru untuk efisiensi anggaran,” ujar Joko.

Joko mengatakan biaya fotokopi Rp507 juta per tahun itu terlalu besar. Dia berharap anggaran itu bisa dipotong dan sebagian digunakan untuk kegiatan yang lebih penting. Terlepas dari pengadaan gadget atau laptop, Joko menerima biaya fotokopi masih dibutuhkan di Sekretariat DPRD, hanya besarannya harus dirasionalisasi.

Manajer Program Pattiro Solo, Rokhmad Munawir, merasa tak yakin bila pengadaan laptop atau tablet akan mampu menghemat biaya fotokopi dan cetakan. Dia berpendapat kebiasaan masyarakat membutuhkan gadget hanya untuk berjejaring sosial lewat media sosial, bukan untuk bekerja. Kendati para legislator mendapatkan fasilitas laptop, Munawir mengira para legislator masih meminta dokumen untuk dicetak.

Advertisement

“Alasannya teknis. Di laptop tak bisa coret-coret, tapi di kerta bisa. Atas dasar itu, program e-document yang direncanakan Sekretariat DPRD cukup masuk akal karena program itu menjadi solusi alternatif untuk penghematan biaya fotokopi. Saya hanya menyarankan supaya dokumen dalam program itu diformat dengan open software, seperti office word atau office excel,” tutur dia.

Munawir tidak ingin dokumen yang disajikan dalam e-document itu diformat dengan program PDF yang masti tidak bisa diotak-atik. Meskipun ada software bantuan konversi ke office, kata dia, upaya itu membutuhkan pengetahuan berlebih. “Biasanya ketika mengunduh dokumen dari Internet, sering kali berupa PDF, sehingga tidak bisa diubah-ubah. Untuk antisipasi penyalahgunaan dokumen, Sekretariat DPRD bisa menyediakan data asli,” urai dia.

Munawir mendorong program e-document itu bisa direalisasikan karena bisa menjadi solusi alternatif dalam efisiensi anggara fotokopi dan cetakan. Program itu juga menjadi bagian dari keterbukaan informasi publik. Selain itu, Munawir juga meminta DPRD menyediakan tenaga ahli dalam menunjang kinerja alat kelengkapan (alkap) DPRD, seperti Komisi, Fraksi, dan alkap lainnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif