Lifestyle
Jumat, 10 Oktober 2014 - 12:20 WIB

Salah Penanganan, Pasien Skizofrenia Bisa Berujung Bunuh Diri

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi stres (dok/Thinkstock)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Berkaitan dengan perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) yang jatuh pada hari ini (10/10/2014), Pemkab Gunungkidul mengajak masyarakat untuk peduli terhadap penyakit kesehatan jiwa. Pasalnya, gangguan jiwa atau depresi tanpa penanganan yang tepat seringkali berujung pada tindakan bunuh diri pasien.

Psikiater Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari Ida Rochmawati mengatakan  Living with Schizophrenia menjadi tema peringatan tahun ini. Tema tersebut diambil karena banyak pasien skizofrenia (gangguan jiwa akut) tidak mendapat pertolongan dan dukungan sebagaimana mestinya.

Advertisement

“Akibatnya, mereka tidak mendapatkan pengobatan yang memadai. Malahan, seringkali hak-hak mereka terabaikan di masyarakat,” kata Ida kepada Harianjogja.com, Kamis (9/10/2014).

Dia berharap, peringatan HKJS dijadikan sebagai momentum untuk membuka mata hati masyarakat. Sebab, pasien gangguan jiwa butuh pertolongan dan bukan untuk diabaikan hak-haknya.

Lebih jauh Ida mengatakan ganguan kejiwaan terbagi dalam tiga kategori, ringan, sedang dan berat. Jumlah penderita terbanyak dari kategori ringan, sebab 11% dari jumlah penduduk yang ada pernah mengalami hal itu. Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa ringan seringkali stres, depresi atau mengalami suatu keadaan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Gejala lain, kekacauan berpikir dan berperilaku yang berdampak pada kualitas hidup seseorang.

Advertisement

“Sayangnya, penderita ganguan jiwa sering kali mengeluh ke penyakit fisik, ketimbang mengeluhkan kesehatan jiwa. Akibatnya, mereka mendapatkan penanganan yang salah, sehingga pengobatan yang dilakukan menjadi sia-sia,” ungkap dia.

Menurut Ida, gangguan jiwa, khususnya penderita depresi bisa berdampak fatal. Tak jarang, penderita mengakhiri beban yang dialami dengan cara bunuh diri. Dia mengakui, tren bunuh diri di Gunungkidul menurun tiap tahunnya. Namun, faktanya tidak bisa dipungkiri mayoritas bunuh diri disebabkan karena pelaku mengalami depresi.

Meski dalam tren menurun, Ida berharap pemerintah terus konsen terhadap masalah tersebut. Sebab, sejak 2001 hingga  saat ini angka kematian bunuh diri di Gunungkidul masih di atas 16 orang tiap tahun.

Advertisement

“Jangan sampai ada pandangan bunuh diri merupakan hal yang wajar di masyarakat,” tegas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif