Soloraya
Rabu, 8 Oktober 2014 - 22:14 WIB

WAYANG KULIT : Pakeliran 45 Meter di Makorem Warastratama Bukukan Rekor Muri

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wayang kolaborasi di Makorem Warastratama, Solo, Selasa (7/10/2014). (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Pergelaran Wayang Kulit Kolaborasi HUT ke-69 TNI di pelataran Markas Korem 074/Warastratama Solo, Selasa (7/10/2014) malam, terasa istimewa. Bukan hanya digelar pada momentum istimewa, Hari TNI. Juga bukan hanya karena pergelaran itu dihadiri Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan ribuan warga Soloraya. Pergelaran itu menjadi benar-benar istimewa karena pakeliran 45 meter yang digunakan dalam pertunjukan itu mencetak rekor.

Bedhol kayon wayang kulit dengan lakon Semar Mbangun Kahyangan itu dilakukan Dalang Ki Bodronoyo Sura Agul-Agul. Semar yang sedang ditinggalkan istrinya, Dewi Kanestren, dibuat gundah gulana melihat karut-marut dunia. Demi menjaga keseimbangan semesta, hamba Pandawa ini berniat membangun kahyangan.

Advertisement

“Lihatlah Kanestren! Orang-orang mulai kehilangan keutamaannya. Rasa cinta pada negara sudah luntur. Jiwa kebangsaannya telah hilang,” keluh Semar, “janganlah kau lari dari tanggung jawab. Negeri kita sedang pilu. Pulanglah Kanestren. Kita bernyanyi dan berpuisi untuk negeri yang kita cintai. Mari kita bangun kahyangan.”

Selepas membuka pementasan, dalang bernama asli Begug Poernomosidi—mantan bupati Wonogiri—itu turun panggung. Giliran tiga dalang yang terdiri atas Ki Sigit Mursito, Ki Widodo Wilis, dan Ki Eko Sumarso, tampil berbagi pakeliran sepanjang 45 meter.

Konflik kemudian bergulir saat Semar menyuruh Petruk meminjam pusaka Kalimasada untuk membangun kahyangan. Di saat yang bersamaan, Patih Sengkuni dan Pendeta Durna juga berniat meminjam pusaka kepada Yudhistira. Silang sengkarut antara dua tamu berseberangan kubu tersebut tak terhindarkan.

Advertisement

Petruk mengingatkan Yudhistira bahwa Semar, banyak berkorban untuk Pandawa. Dia juga menyebut Durna dan Sengkuni tak banyak berjasa membantu Yudhistira dan keluarga besarnya.  Pertikaian yang digambarkan lewat sahut-sahutan percakapan tiga dalang asal Soloraya tersebut akhirnya berakhir saat Yudhistira menyuruh ketiganya menunggu di luar kerajaan. Raja Amarta ini pun bersemedi memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.

Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk yang ditutup dengan ruwatan oleh Ki Guna Sumarto ini agaknya mirip dengan kondisi politik Indonesia belakangan. Para petinggi negeri yang sedang mendapatkan amanah rakyat, diuji kebijaksanaannya agar tak salah langkah.

“Bangsa Indonesia saat ini sedang morat-marit. Kalau pemimpin sudah baik membangun [moralitas] dirinya, baru pantas membangun bangsa,” kata Begug Poernomosidi, saat ditemui di sela-sela pementasan.

Advertisement

Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, menyambut baik serangkaian kegiatan budaya tersebut. “Semoga yang kami lakukan ini berkontribusi menambah ketahanan budaya,” kata Menhan.

Pergelaran wayang kulit yang didukung 20 sinden dengan pakeliran sepanjang 45 meter ini berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri). Dalam waktu yang sama, Korem 074/Warastratama Solo juga memecahkan rekor Muri dengan menggelar pameran 132 keris bertahta emas koleksi Begug Poernomosidi.

“Ini pencapaian besar. Dalam waktu dekat Korem 074/Warastratama Solo berhasil mencetak tiga rekor Muri. Setelah sukses menyelenggarakan campursari 73 jam nonsetop, disusul penyelenggaraan wayang kulit kolaborasi dengan kelir terpanjang mencapai 45 meter, serta pameran keris bertahta emas mencapai jumlah 132 pusaka,” ujar Paulus Pangka, Manager Senior Muri, saat menyerahkan penghargaan.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif