News
Senin, 6 Oktober 2014 - 11:20 WIB

PENDIDIKAN INKLUSI : Ini Cara SLB G Daya Ananda Memberikan Terapi untuk Siswa Multihandicap

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Agus Rianto, 28, saat sedang membatik dalam acara pameran karya siswa SLB G Daya Ananda di Dusun Ganjuran, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, beberapa waktu lalu. (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I.N)

Harianjogja.com, SLEMAN-Multihandicap. Begitulah Supriyanto, Kepala SLB G Daya Ananda dari Yayasan Sayap Ibu (YSI) menyebut kondisi anak didiknya. Mereka mengalami hambatan intelektual yang disertai keterbatasan lainnya, seperti berbahasa, keterampilan sosial, dan lainnya. Namun, hal itu tidak mengekang kreativitas para siswa SLB G Daya Ananda.

“Agus,” demikian jawab seorang lelaki yang tengah sibuk membatik di pojok pameran karya siswa SLB G Daya Ananda di Dusun
Ganjuran, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Selasa (30/9/2014) pekan lalu. Tangan Agus masih memegang canting yang
berisi malam saat dia menghentikan aktivitasnya.

Advertisement

Harianjogja.com harus menggunakan bahasa yang paling sederhana untuk berkomunikasi dengan Agus. Ditanya apakah membatik
susah baginya, Agus pun hanya menggelengkan kepala. Agus tersenyum ketika Harianjogja.com memintanya melanjutkan aktivitasnya. Dia lalu meletakkan telapak tangan kirinya di bawah lembaran kain dan membatik kembali.

Seseorang tiba-tiba mendekati Harianjogja.com, dia adalah Agus Rianto. Agus ini termasuk mongol karena intelengensinya hanya 20,” begitu kata pria bernama Supriyanto, yang menjabat sebagai Kepala SLB G Daya Ananda.

Advertisement

Seseorang tiba-tiba mendekati Harianjogja.com, dia adalah Agus Rianto. Agus ini termasuk mongol karena intelengensinya hanya 20,” begitu kata pria bernama Supriyanto, yang menjabat sebagai Kepala SLB G Daya Ananda.

Tertarik dengan keterbatasan intelegensia Agus dan berbincang dengan Supriyanto tentu menyenangkan. Ternyata, tidak hanya Agus yang memiliki Intelegensi Quotient (IQ) jauh di bawah rata-rata. Sebanyak 53 siswa lain di SLB G Daya Anada juga demikian. Dari Supriyanto pula, Harianjogja.com tahu usia Agus sudah mencapai 28 tahun.

“Mongol itu katanya hanya mampu dirawat dan diberikan pelatihan. Karena kemampuannya cenderung ke akademik fungsional, jadi
kami arahkan ke keterampilan,” kata Supriyanto.

Advertisement

“Melukis, membatik, seni patung, bermusik, dan masih banyak lagi,” ungkap supriyanto

Lebih dari mengajarkan kemandirian, keterampilan yang diajarkan bagi masing-masing siswa sekaligus merupakan bentuk terapi dan
rehabilitasi. “Gerakan tangan saat membatik itu bagus untuk anak. Gerakan motorik memang jadi kunci penting dalam rehabilitasi,”
papar Supriyanto.

Selain batik yang sedang dibuat Agus, beberapa siswa lain juga tampak sibuk dengan karyanya masing-masing. Ada yang melukis,
membuat bunga dari plastik, membuat batik jumputan, hingga asik bermain musik dalam sebuah grup band.

Advertisement

Harianjogja.com pun kembali mendekati Agus. Di antara motif menyerupai awan yang sedang dibuat Agus, ternyata ada dua bagian
yang tampak meluber malamnya. “Bagus,” hanya satu kata itu saja yang diucapkan Agus saat ditanyai soal motif yang dia tuangkan
dalam kain.

Pertanyaannya sama, tapi jawabannya bisa berbeda. Ditanya lagi apakah membatik susah baginya, kali ini Agus yang sejak kecil
tinggal di panti asuhan tersebut mengangguk. Namun, hal itu tidak lagi mengherankan. Bagaimana pun, hasil karya Agus dan siswa
SLB G Daya Ananda lainnya layak dijual. Itulah bekal hidup mandiri yang mereka punya.

“Ada beberapa yang menarik perhatian tamu. Dulu pernah ada kain batik sepanjang 1,5 meter yang laku Rp1,5 juta. Kami juga coba
bangun jaringan dengan berbagai pihak untuk pemasarannya,” ujar Supriyanto.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif