News
Minggu, 5 Oktober 2014 - 07:15 WIB

Ini Masalah yang Dihadapi Sekolah Inklusi

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pendidikan inklusif (Dok/JIBI/Solopos)

Harianjogja.com, SLEMAN-Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Sleman mengaku adanya beberapa kendala dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah reguler. Tidak hanya masalah fasilitas pembelajaran, pandangan miring kepada sekolah yang menerima siswa difabel juga dinilai masih ada.

“Pandangan orang tua lain kadang masih negatif. Mereka merasa ragu mendaftarkan anaknya ke sebuah sekolah jika mengetahui di sana ada siswa difabel,” ungkap Kepala Disdikpora Sleman, Arif Haryono, ditemui di ruang kerjanya, Jumat (3/10/2014).

Advertisement

Padahal, menurut Arif, anak-anak difabel juga memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.

“Ini cenderung tergantung orang tuanya, ingin menyekolahkan anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi,” papar Arif.

Advertisement

“Ini cenderung tergantung orang tuanya, ingin menyekolahkan anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi,” papar Arif.

Arif mengungkapkan tidak semua sekolah kontinu menjadi penyelenggara pendidikan inklusi.

“Yang jelas, saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), kita tidak boleh menolak siswa berkebutuhan khusus,” kata dia menegaskan.

Advertisement

“Anak-anak juga butuh didampingi guru yang memahami benar kondisi mereka, misalnya bagaimana jika lambat belajar, tuna daksa, tuna rungu, dan sebagainya,” kata Arif.

Guru pembimbing khusus diperbantukan dari SLB. Namun, dia tidak datang setiap hari sekolah, hanya 2-3 kali saja dalam seminggu. “Jadi kami sudah mencoba melatih guru reguler, bagaimana melakukan bimbingan dan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Diharapkan, guru yang sudah ikut pelatihan itu bisa mengatasi keterbatasan guru pembimbing khusus,” terangnya kemudian.

Beberapa sekolah inklusi juga masih kurang mampu memenuhi sarana dan prasarana pembelajaran yang ramah difabel. Hal itu bisa dilihat dari bentuk bangunan fisik sekolah maupun fasilitas pembelajarannya.

Advertisement

Terkait kurikulum, Arif mengungkapkan, kurikulum bagi siswa reguler maupun difabel sama saja. Namun, sekolah juga menyesuaikan kondisi siswa difabel.

“Misalnya ada anak yang lambat belajar, maka perlu ada penyesuaian dalam penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Bisa juga dengan penerapan cara belajar yang sesuai kemampuan dan kebutuhan siswa,” imbuh Arif.

Kasie Kurikulum dan Kesiswaan TK-SD Disdikpora Sleman, Bardi menambahkan, terdapat 33 SD, tujuh SMP, dua SMK, dan satu MA yang masih menyelenggarakan pendidikan inklusi.

Advertisement

“Yang paling bagus penyelenggaraannya itu diantaranya SMP Muhammadiyah 1 Sleman dan SD Muhammadiyah Gendol 3 di Tempel,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif