Jogja
Sabtu, 4 Oktober 2014 - 02:40 WIB

Kulonprogo Beri Penghargaan Penghafal Al Quran

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi membaca Al Quran (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, KULONPROGO- Bupati Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogykarta, Hasto Wardoyo, menyerahkan penghargaan kepada 162 penghafal Al Quran.

Pada kesempatan itu Bupati mengharapkan penghafal Al Quran bisa memberikan contoh kepada masyarakat luas dan melakukan kajian terhadap inti dan makna dari Al Quran.

Advertisement

“Salah satu wujud pengamalannya adalah mengimplementasikan apa yang sudah dipahami dan didalami dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan kemudian memberikan syiar yang lebih luas lagi kepada masyarakat,” katanya, Jumat (3/10/2014).

Ia mengatakan pemkab sangat konsisten dan memiliki perhatian yang besar kepada para penghafal Al Quran. Dirinya prihatin dengan jumlah penghafal Al Quran yang masih terbatas, bahkan penghafal yang usianya muda, 15 tahun ke bawah masih minim sekali.

“Pemkab Kulonprogo sebenarnya ingin mewujudkan cita-cita minimal satu desa memiliki satu penghafal 30 juz yang masih muda, apalagi umumnya satu desa memiliki ribuan warga,” katanya.

Advertisement

Ke depan, ia mengharapkan tidak hanya desa, tetapi satu dusun memiliki satu penghafal. Sehingga imam masjid pedukuhan yang jumlahnya ribuan di Kulonprogo merupakan penghafal. Dengan demikian, penghafal ini menjadi acuan sekaligus imam masjid yang betul-betul menguasai ilmu agama.

“Meskipun hal ini terlalu jauh, namun kalau kita mewujudkannya dari satu desa satu penghafal, kami yakin ke depan Insya Allah bisa mewujudkan satu dusun satu penghafal,” katanya.

Ia mengatakan pembangunan fisik saja tidak cukup, bahkan tidak ada maknanya kalau pembangunan mental dan spirit tidak dilakukan sebaik dan sedini mungkin.

Advertisement

“Untuk itu, kami mendorong madrasah dan seluruh sekolah di Kulonprogo untuk bersama-sama membangun moral bangsa dan masyarakat,” kata dia.

Menurut dia, pendidikan moral dan mental tidak selesai dengan hanya memberikan ilmu-ilmu keduniawian yang kemudian bisa memberikan jabatan atau kedudukan dalam suatu institusi di tengah masyarakat.

Bahkan banyak perdebatan di kalangan yang dipandang berpendidikan, namun tidak bertujuan mencari solusi tetapi untuk mengedepankan harga diri, ketersinggungan pribadi, emosi, ataupun amarah karena ingin menduduki suatu jabatan tertentu.

“Sehingga yang dibicarakan bukan substansinya tetapi yang dicari adalah kepentingan diri sendiri dan melupakan kepentingan masyarakat,” kata Hasto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif