News
Kamis, 2 Oktober 2014 - 17:30 WIB

PEMILIHAN PIMPINAN DPR : PDIP Berharap Pimpinan MPR Tak Disikat Koalisi Merah Putih

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Ketua DPR Pramono Anung (Dok/JIBI/Solopos/ Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Pramono Anung, menilai pemilihan pimpinan MPR periode 2014-2019 akan berjalan lebih demokratis dibandingkan dengan pemilihan pimpinan DPR yang dianggap cenderung berat sebelah.

“Persoalan pemilihan pimpinan dan kelengkapan MPR, PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem tentu melihat substansinya berbeda dengan pemilihan pimpinan DPR. Hal terkait pemilihan pimpinan MPR dan alat kelengkapan lebih bisa dimusyawarahkan,” kata Pramono di depan Ruang Rapat Paripurna I DPR di Jakarta, Kamis (2/10/2014), seperti dilaporkan Antara.

Advertisement

Menurut Pramono Anung, pemilihan pimpinan dan kelengkapan MPR akan lebih demokratis dan bisa dimusyawarahkan karena MPR berbeda dari DPR. Pramono mengatakan, karena pimpinan dan alat kelengkapan MPR/DPR itu bersifat tetap untuk lima tahun mendatang, maka tentu akan menjadi tidak adil bila ada fraksi atau anggota-anggota yang tidak mempunyai pemimpin sama sekali.

“Hal ini penting agar aspirasi dari berbagai fraksi dan anggota dapat tersampaikan, khususnya di dalam rapat komisi dan sebagainya,” ujar dia.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya telah berupaya berkomunikasi dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Ia mengaku sudah menyampaikan kepada Ketua DPR terpilih Setya Novanto untuk membuka ruang komunikasi dengan KMP. “Untuk itu, kami sudah bicara dengan pihak KMP. Kami ingin ada komunikasi agar tidak kemudian semua unsur pimpinan diambil,” jelasnya.

Advertisement

Pada kesempatan berbeda, politisi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, menyesalkan proses pemilihan pimpinan DPR pada Kamis dini hari lalu yang dinilainya belum demokratis karena pihaknya sepertinya tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam proses rapat paripurna pemilihan pimpinan DPR itu.

“Kami bukan orang yang baru satu dua hari di politik. Kami memang kebanyakan masih anak muda, tetapi kami mengerti bahwa paripurna itu adalah putusan tertinggi. Memang boleh ada lobi, tetapi keputusan tetap di paripurna. Dicatat ini konstitusional, di sidang paripurna setiap anggota berhak untuk bicara,” ujar dia.

Rieke mengaku dalam rapat paripurna pemilihan pimpinan DPR periode 2014-2019 pada Kamis dini hari itu, pengeras suara di mejanya rusak sehingga ia tidak bisa menyampaikan pendapatnya dalam rapat tersebut.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif