Jogja
Rabu, 1 Oktober 2014 - 15:40 WIB

Ini Kisah Pengais Rezeki di Lahan Gulma Tak Bertuan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga memanen enceng gondok yang tumbuh subur di sepanjang Sungai Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo, Senin (29/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S)

Harianjogja.com, KULONPROGO-Hamparan enceng gondok tumbuh subur di sepanjang sungai yang berada di kawasan Jalan Daendels di Kecamatan Panjatan, Kulonprogo. Siapa yang menyangka apabila lahan enceng gondok tak bertuan itu, justru menjadi tempat mencari nafkah bagi sebagian masyarakat di sekitar Kecamatan Galur dan Panjatan.

Musim kemarau seperti saat ini, tumbuhan yang dianggap sebagai gulma tersebut tumbuh subur hingga menutupi permukaan sungai. Tumbuhan air yang memiliki nama latin eichhornia crassipes itu memang memiliki karakter yang unik, yakni dapat tumbuh dengan cepat. Tak heran bila populasi tumbuhan tersebut juga cukup banyak di sepanjang sungai itu.

Advertisement

Waliyadi, 51, adalah salah satu dari sekian warga yang menggantungkan hidupnya pada tumbuhan tersebut. Di lahan enceng gondok tak bertuan tersebut, bapak tiga anak itu mencoba mengais pundi-pundi rezeki. Diakui dia, sejak populer kerajinan anyaman dari serat alam, enceng gondok mulai banyak dicari.

“Banyak yang mencari untuk bikin kerajinan anyaman. Hampir setiap hari ada yang memesan enceng gondok dari saya, kebanyakan dari Moyudan Sleman yang rutin pesan,” ungkap Waliyadi saat ditemui Harianjogja.com di sela-sela memanen enceng gondok di Sungai Bugel, Panjatan, Senin (29/9/2014).

Setiap hari, warga Dusun Siliran, Desa Karangsewu, Galur itu selalu memanen enceng gondok tersebut. Dalam sehari setidaknya sepuluh kilogram batang enceng gondok dapat dipangkasnya. Batang-batang enceng gondok tersebut langsung dijemur di sekitar sungai agar cepat kering dan dapat diolah.

Advertisement

Waliyadi mengaku dirinya sudah cukup lama memanfaatkan gulma tersebut untuk dijadikan usaha tambahan, yakni setelah gempa bumi Jogja pada 2006 silam. Selain enceng gondok, sehari-hari dia juga berladang di pertanian yang berada di kawasan pesisir pantai Kulonprogo.

“Dari hasil enceng gondok ini saya bisa menyekolahkan ketiga anak saya. Apabila dibandingkan dengan usaha lain, enceng gondok juga cukup menguntungkan,” jelas Waliyadi.

Warga lain yang juga menggantungkan hidup pada enceng gondok adalah Prapto, 54, warga Desa Bugel, Panjatan. Dia mengatakan saat ini harga enceng gondok kering umumnya dipatok antara Rp5.500 dan Rp6.000 per kilogram. Sebagian besar pemesan enceng gondok kering masih dari luar kabupaten.

Advertisement

“Kebanyakan dari Sleman yang pesan enceng gondok. Tapi kalau dari Kulonprogo, ada juga tapi kebanyakan mereka cari enceng gondok sendiri dan diolah sendiri menjadi kerajinan,” ungkap Prapto.

Potensi enceng gondok yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan di industri kreatif masih belum maksimal. Waliyadi menambahkan selain masih belum banyak dilirik, di musim penghujan tumbuhan ini justru menjadi benalu dan penyebab banjir di kawasan pesisir.

“Kalau musim hujan, dari dinas akan melakukan penyemprotan dan penyaringan agar enceng gondokenghambat saluran air di sungai ini. Kalau sudah seperti itu, saya biasanya akan cari ke tempat lain. Malah dulu sampai Kutoarjo hanya untuk mencari benalu,” imbuh Waliyadi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif