News
Senin, 29 September 2014 - 14:20 WIB

JOKOWI PRESIDEN : Urusan Politik Beres, Baru Urus Ekonomi

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan mnghadapi tantangan perekonomian yang lumayan berat di masa kepemimpinan mereka.

Ekonom dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Muhammad Edhie Purnawan, mengatakan dinamina politik yang berkembang saat ini akan menjadi tantangan serius bagi pemerintahan Jokowi bila ingin mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7%. Menurut dia, Jokowi harus mampu menyelesaikan persoalan-persoalan politik dengan cepat. Fokus pertama yang harus dilakukan semester ini adalah mengedepankan persatuan. Kedua, bergerak sangat cepat untuk menumbuhkan ekonomi.

Advertisement

“Gunakan kepiawaian leadership [kepemimpinan] serta hubungan manusia sebaik-baiknya. Tidak ada yang tidak mungkin bagi bangsa Indonesia yang bersatu,” kata Wakil Dekan FEB tersebut.

Menurutnya hasil analisis dari lembaga-lembaga asing semacam PricewaterhouseCoopers, Baker & McKenzie, maupun Goldman and Sachs menunjukkan Indonesia berpotensi memimpin berbagai prestasi ekonomi pada 2030-2040. Prediksi tersebut akan benar-benar bisa terealisasi bila fungsi kepemimpinan Jokowi kuat.

Senada, Ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Edi Suwandi Hamid menegaskan keinginan Jokowi menumbuhkan ekonomi sebaiknya tidak selalu berharap pada APBN (fiskal) yang sudah disahkan. Jokowi, katanya harus mencari formula baru dengan menggerakkan sektor swasta dan mendatangkan investor-investor ke Indonesia.

Advertisement

“Kalau hanya mengandalkan kebijakan fiskal, kemudian berhadapan dengan DPR, yang muncul hanya perdebatan,” kata dia.

Guna menggerakkan sektor swasta, sambung Edy, Jokowi harus benar-benar menerapkan pemerintahan yang bersih, memotong semua hal yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong penguatan ekonomi kerakyatan.

“Potong high cost [biaya tinggi] yang selama ini memberatkan pengusaha, berantas korupsi, agar swasta bergerak dan investor berdatangan. Jadi, nggak usah bergantung pada APBN,” kata Edy.

Advertisement

Dia mengatakan usulan Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) kemungkinan akan ditolak oleh DPR. Guna menyiasati tingginya beban negara akibat subsidi BBM yang mencapai Rp270 triliun, Jokowi harus menghemat anggaran yang tidak produktif.

“Misalnya, seminar-seminar, kunjungan ke luar negeri, hindari mark up dan proyek tidak jelas. Kalau, penghematan anggaran yang tidak produktif dilakukan, ruang fiskal juga akan makin luas,” ujar Edy.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif