Soloraya
Minggu, 28 September 2014 - 12:00 WIB

ASAL USUL : Asale Dusun Gentongan Klaten, Mitos Makam di Tengah Persawahan

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang warga mengunjungi makan Kyai dan Nyai Gentong yang berada di Dusun Gentongan, Desa Gemblegan, Kecamatan Kalikotes, Jumat (26/9). Masyarakat meyakini jika kedua orang tersebut merupakan cikal bakal adanya Dusun Gentongan. (Ayu Abriani/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN–Nama Dusun Gentongan di bagi sebagian warga Klaten sudah tidak asing lagi. Sebab, di dusun itu ada sebuah pasar yang juga dinamakan Pasar Gentongan.

Di pasar yang buka setiap hari itulah, warga Klaten banyak yang kulakan kepala kambing karena harganya yang murah.

Advertisement

Bukan hanya pasarnya yang unik, nama dusun itu juga memiliki cerita tersendiri. Asal mula adanya Dusun Gentongan yang berada di Desa Gemblegan, Kecamatan Kalikotes itu masih berhubungan dengan Keraton Jogja.

Masyarakat di Dusun Gentongan percaya jika dusun itu didirikan oleh sepasang suami istri yakni Kyai dan Nyai Gentong yang masih keturunan Keraton Jogja.

Advertisement

Masyarakat di Dusun Gentongan percaya jika dusun itu didirikan oleh sepasang suami istri yakni Kyai dan Nyai Gentong yang masih keturunan Keraton Jogja.

Hal itu dibuktikan dengan adanya dua buah makam di wilayah tersebut yang dipercaya sebagai makam Kyai dan Nyai Gentong.

Makam Tengah Sawah
Makam tersebut terletak di tengah area persawahan yang saat ini masih dirawat dengan baik oleh warga sekitar. Banyak orang yang berziarah di makam itu.

Advertisement

Menurut salah satu warga di dusun tersebut, Didik Sriharyanto, Kyai dan Nyai Gentong dipercaya sebagai pendiri dusun tersebut sekitar tahun 1800. Didik menceritakan keduanya yang masih ada hubungan dengan Keraton Jogja, tidak mau tinggal di keraton dan ingin mendekatkan diri dengan masyarakat.

Keduanya pun sampai di salah satu tempat di Klaten dan melakukan babat alas. Di lokasi itulah, keduanya tinggal dan lama kelamaan banyak orang yang berdatangan dan ikut menetap.

Di depan rumah Kyai dan Nyai Gentong tersebut ciri khas tersendiri yakni ada gentong untuk menyimpan air. Akhirnya warga yang ikut menetap di sekitar rumah keduanya juga ikut menempatkan gentong di depan rumah mereka untuk menyimpan air yang diambil dari sumber. Dari hal itulah, lokasi itu kemudian dinamakan Dusun Gentongan.

Advertisement

“Yang saya dengar dari cerita orang tua dulu, di setiap rumah warga ada gentong di depan rumah sebagai ciri khas. Tapi, saat saya lahir sekitar tahun 70-an sudah tidak ada yang mempertahankan tradisi itu. Sebab, saat ini sudah ada sumur dan air dari PDAM, sedangkan dulu penduduknya banyak yang mengambil air langsung dari sumbernya,” katanya saat ditemui Solopos.com di sela-sela mengunjungi makam Kyai dan Nyai Gentong, Jumat (26/9/2014).

Saat ini, menurut Didik, makam Kyai dan Nyai Gentong tersebut tidak hanya dikunjungi warga sekitar, tetapi ada warga dari luar daerah seperti Boyolali dan Solo yang berziarah saat malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Ada juga sejumlah pejabat di Klaten yang datang ke makam tersebut.

“Orang yang berziarah di makam ini tidak hanya dari Klaten. Ada juga dari Solo dan Boyolali. Mereka ada yang tidur di sini selama beberapa hari untuk tirakat agar keinginannya terkabul. Tapi, saat malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, makam ini biasanya ramai orang berziarah,” ujarnya.

Advertisement

Salah satu warga Klaten Tengah, Handaya, juga tidak asing dengan nama Dusun Gentongan. Ia pun mengetahui adanya makam Kyai dan Nyai Gentong sebagai awal mula nama Dusun Gentongan.

“Di dusun itu memang ada makam di tengah sawah yang diyakini warga sebagai Mbah Gentong. Saya memang belum pernah kesana, tetapi cerita tentang Mbah Gentong sudah umum bagi masyarakat Klaten,” katanya.

Advertisement
Kata Kunci : Asal Usul
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif