Jogja
Sabtu, 27 September 2014 - 14:40 WIB

Chong Tiu Phia, Kue Kebersamaan Tionghoa

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tumpukan kue bulan berjajar bersama sesaji lain di atas meja persembahan. Kue ini menjadi panganan khas yang wajib ada selama musim gugur. (JIBI/Harian Jogja/Gilang Jiwana)

Harianjogja.com, JOGJA—Meski perayaannya sudah dilakukan pertengahan bulan kemarin, musim gugur dalam budaya Tionghoa masih dirayakan hingga pertengahan Oktober mendatang. Seperti kue Keranjang pada masa Imlek atau Bakcang selama musim panas, selama musim gugur, kue bulan atau Chong Tiu Phia menjadi makanan wajib dan menjadi ciri khas.

Ketua Paguyuban Alumni Sekolah Tionghoa Indonesia (PASTI) Ellyn Subiyanti beberapa waktu lalu mengatakan, kue ini disebut kue
bulan karena warnanya yang putih pucat. Bentuknya bulat pipih menyerupai bulan purnama. Diameternya bervariasi, mulai dari yang
berukuran kecil berdiameter 5cm sampai 14cm. sementara ketebalannya sekitar 3cm.

Advertisement

Sepintas, kue bulan menyerupai makanan khas Jogja, bakpia. Bedanya, kulit kue bulan lebih tebal dan keras dengan rasa tawar. Isiannya bermacam-macam, mulai dari kacang hijau, biji teratai, kumbu hitam, cokelat, keju, nanas, durian hingga daging dan bahkan kuning telur bebek. Namun isian kacang hijau adalah isian paling populer dan paling mudah didapatkan di toko-toko.

Sebagai hiasan, di bagian atas kue bulan biasanya diberi hiasan berupa cap atau lukisan berwarna merah. Sosok Dewi Bulan, bunga teratai atau kelinci biasa jadi tambahan pemanis.

Seiring perkembangan, bentuk kue bulan pun mengalami perubahan. Kini ada variasi kue bulan yang kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan lebih lunak.

Advertisement

“Selain itu ada pula yang memberikan hiasan berupa gerigi di sekeliling kue dan efek hiasan timbul yang dicetak di permukaan kue.
Namun isinya belum banyak berubah dari resep aslinya,” ujar Ellyn.

Dalam tradisi Tionghoa, selama musim gugur kue ini tak hanya dimakan oleh keluarga yang masih hidup. Kue bulan juga disajikan di meja sesaji sebagai persembahan kepada Dewi Bulan bersama dengan sesaji lainnya. Sedangkan kue yang akan dimakan biasanya akan didoakan terlebih dahulu sebelum disantap bersama-sama.

“Secara filosofis maknanya sama seperti bulan yang bundar, yaitu menjaga keeratan rasa kekeluargaan. Bentuk bundar melambangkan keutuhan dan harapan agar suatu keluarga selalu utuh tanpa perpecahan,” tandas dia.

Advertisement

Meskipun awalnya merupakan bagian dari ritual, kue bulan saat ini tak hanya disediakan selama musim gugur. Di toko-toko makanan khas Tiongkok, kue-kue ini bahkan dijual sepanjang tahun dan dapat dibeli untuk disantap kapan saja.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif