News
Jumat, 26 September 2014 - 08:20 WIB

Ini Cara 'Memaksa' Anak Membaca

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana diskusi dalam Roadshow Perpustakaan Nasional RI di Pendapa Rumah Dinas Bupati Sleman, Kamis (25/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I.N.)

Harianjogja.com, SLEMAN-Kebiasaan membaca tidak hanya harus ditanamkan sejak dini di lingkungan keluarga. Pendidikan juga diharapkan memiliki sistem khusus dalam kurikulum untuk meningkatkan minat baca anak.

Sri Rohyati Zulaikha, dosen UIN Sunan Kalijaga, berpendapat, memang harus ada sistem tersendiri yang seakan memaksa anak terbiasa membaca buku.

Advertisement

“Misalnya dalam kurikulum sekolah ada muatan lokal tentang perpustakaan,” paparnya saat menjadi pemateri dalam Roadshow Perpustakaan Nasional RI di Pendapa Rumah Dinas Bupati Sleman, Kamis (25/9/2014).

Adanya muatan lokal (mulok) terkait perpustakaan akan menggiring siswa tidak hanya terbiasa membaca, tapi juga memahami referensi apa saja yang sesuai dengan kebutuhan akademik dan pengembangan diri. Menurut dia, sudah ada sekolah yang memasukkan mulok untuk minat baca ini dalam kurikulum.

Meski demikian, keluarga tetap memiliki peran penting untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat baca anak. Sri bahkan menyarankan agar setiap rumah memiliki perpustakaan sederhana. Sementara itu, semakin banyaknya pusat perbelanjaan, kafe, serta tempat hiburan dan rekreasi, dinilai Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sleman, Sri Hartati, sebagai tantangan besar untuk meningkatkan minat baca.

Advertisement

Menurut dia perpustakaan adalah tempat belajar sepanjang hayat yang tidak memandang status sosial. Kendati demikian, Sri Hartati menyadari perpustakaan belum dianggap kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Pihaknya pun berusaha menata dan mengembangkan Perpustakaan Daerah Sleman agar menarik dan nyaman bagi pengunjung.

“Bukan tidak mungkin perpustakaan jadi tempat rekreasi. Isinya tidak hanya buku, tapi juga fasilitas lainnya. Perpustakaan keliling pun digalakkan demi menjangkau pembaca di berbagai wilayah, termasuk di berbagai ruang publik,” ucap Sri Hartati.

Namun, lanjut Sri Hartati, hasil dari kebiasaan membaca tidak selalu bisa diketahui secara instan.

Advertisement

“Bisa satu atau dua tahun, bahkan bisa jadi baru terasa 20 tahun yang akan datang. Tapi kalau kita tidak mau membaca, kita tidak akan tahu apa-apa dan tidak bisa melakukan perubahan apapun,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif