Soloraya
Selasa, 23 September 2014 - 06:40 WIB

Ditarik Iuran Rp50.000/Bulan untuk Korban Kambing, Ortu Siswa SD Jonggrangan Klaten Keberatan

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Ardiansyah Indra Kumala/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN UTARA–Sejumlah orang tua siswa SD Jonggrangan II, Klaten Utara mengeluhkan tingginya iuran untuk berkurban yang diterapkan kepala sekolah di SD tersebut.

Mereka mengeluhkan itu kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Klaten Utara karena setiap anak diminta iuran sebanyak Rp50.000.

Advertisement

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.comdari berbagai sumber, beberapa bulan sebelumnya, kepala sekolah di SD tersebut membuat program untuk melatih anak berkurban saat Iduladha. Saat itu, anak-anak diminta iuran Rp5.000 per bulan untuk membeli kambing.

Namun, setelah orang tua membayar iuran beberapa kali, program itu tiba-tiba berhenti. Lalu mendekati Iduladha pada 5 Oktober nanti, orang tua siswa kembali diminta iuran sebanyak Rp50.000 untuk masing-masing anak. Orang tua pun merasa keberatan dan melaporkannya kepada UPTD Pendidikan Klaten Utara.

Advertisement

Namun, setelah orang tua membayar iuran beberapa kali, program itu tiba-tiba berhenti. Lalu mendekati Iduladha pada 5 Oktober nanti, orang tua siswa kembali diminta iuran sebanyak Rp50.000 untuk masing-masing anak. Orang tua pun merasa keberatan dan melaporkannya kepada UPTD Pendidikan Klaten Utara.

“Tadi [Senin (22/9)], memang ada beberapa orang tua siswa yang datang ke UPTD untuk mengeluhkan besarnya iuran pembelian hewan kurban yang diterapkan di SD Jonggrangan II. Kami pun berupaya memfasilitasi keinginan orang tua siswa tersebut,” kata Kepala UPTD Klaten Utara, Wiyono, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin.

Salah Paham
Ia menduga permasalahan itu muncul karena ada kesalahpahaman antara orang tua siswa dengan pihak sekolah. Seperti kurangnya sosialisasi program tersebut kepada orang tua siswa.

Advertisement

“Mungkin maksud dari pihak sekolah baik, karena mengadakan program untuk melatih anak berkurban saat Idul Adha. Tapi, penyampaiannya saja yang kurang pas sehingga dikeluhkan orang tua. Apalagi, mayoritas kondisi ekonomi mereka menengah ke bawah sehingga memberatkan orang tua siswa,” ujarnya.

Seusai menerima laporan tersebut, Wiyono langsung menugaskan pengawas sekolah sesuai wilayahnya untuk meminta klarifikasi kepada pihak sekolah tentang permasalahan yang sebenarnya.

Ia pun mengimbau pihak sekolah untuk menghentikan program tersebut agar tidak semakin bermasalah.

Advertisement

Sementara itu, Kepala SD Jonggrangan II, Sumiyati, membantah ada penarikan iuran untuk berkurban hingga Rp50.000 untuk masing-masing anak. Namun, ia membenarkan jika ada program tersebut dengan iuran sebanyak Rp5.000 setiap bulannya untuk setiap anak.

“Program ini [berkurban] sudah kami mulai pada November 2013. Kami sudah memberikan surat edaran kepada orang tua siswa untuk melatih anak berkurban di sekolah dengan iuran Rp5.000 per anak setiap bulan. Tapi, beberapa bulan terakhir, ada sejumlah anak yang tidak memberikan iuran sehingga dananya hanya terkumpul separuh dari target. Pahadal, awal Oktober nanti, uang itu harus dibelikan kambing,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Senin.

Ia pun berupaya menanyakan kekurangannya kepada anak-anak yang berhenti memberikan iuran tersebut. Sumiyati pun tidak menyangka hal itu menjadi permasalahan pada orang tua siswa dan sampai dilaporkan ke UPTD.

Advertisement

“Kami tidak berniat menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi. Program ini murni untuk anak-anak. Kalau program ini jadi masalah, uangnya akan kami kembalikan semua kepada orang tua sesuai jumlah uang yang sudah dikumpulkan ke sekolah,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif