Jogja
Minggu, 21 September 2014 - 02:15 WIB

KEKERINGAN GUNUNGKIDUL : Dinsosnakertrans Sudah Alokasikan Rp360 juta untuk Dropping Air

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala Dinsosnakertrans Gunungkidul Dwiwarna Widinugroho (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Dinas Sosial , Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Gunungkidul sudah menghabiskan dana Rp360 juta untuk program dropping air bersih ke enam kecamatan.

Kepala Dinsosnakertrans Gunungkidul Dwiwarna Widinugroho mengatakan, enam kecamatan yang menjadi sasaran yakni Girisubo, Rongkop, Tepus, Panggang, Nglipar dan Ngawen. Menurutnya, dari awal dropping yakni pertengahan Juni hingga kemarin, Dinsosnakertrasn Gunungkidul sudah mengalokasikan dana Rp360 juta untuk dropping air bersih.

Advertisement

“Kami mengalokasikan dana Rp829 juta untuk dropping air bersih tahun ini. Dana tersebut, digunakan untuk dropping 3.520 tangki air bersih kepada warga kurang mampu,” ujar dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di ruangannya di Gedung Dinsosnakertrans Gunungkidul, Wonosari, Jumat (19/9/2014).

Dwiwarna menambahkan Dinsosnakertrans Gunungkidul hanya bersifat me-backup kebutuhan air bersih di masyarakat. Menurut dia, back up diberikan kepada kecamatan yang belum memiliki tangki sendiri serta kecamatan yang sudah memiliki tangki tapi belum dapat menjangkau seluruh daerah.

“Dibandingkan tahun lalu, permintaan yang masuk ke kami menurun,” ujar dia.

Advertisement

Dwiwarna menuturkan ada desa yang pada 2013 masih mendapatkan bantuan dropping, namun pada 2014 sudah tidak mengajukan bantuan lagi. Misalnya, ada dua desa yang tidak mengajukan bantuan yakni Natah di Kecamatan Nglipar dan Kampung di Kecamatan Ngawen.

“Ada pengeboran sumber air di sana sehingga kebutuhan air sudah bisa tercukupi,” ujar dia.

Menurut Dwiwarna, kekeringan menjadi masalah klasik bagi warga Gunungkidul. Ia mengatakan, Dinsosnakertrans Gunungkidul hanya
bisa memberikan bantuan air bersih kepada warga yang kurang mampu.

Advertisement

“Setiap tahun warga yang terdampak kekeringan sekitar 100.000 jiwa. Namun, kami hanya membantu yang benar-benar tidak mampu,”
ungkap dia.

Salah satu daerah langganan kekeringan yakni Kecamatan Tepus. Di salah satu desa, warga bahkan sampai menjual ternak untuk
membeli air. Salah satu warga di Desa Purwodadi, Tepus, Satirah, 80, mengaku setiap tahun selalu menjual anak kambing untuk
membeli air.

“Di sini [Purwodadi], satu tangki air dijual dengan harga Rp70.000. Buat saya itu mahal. Jadi, harus jual kambing dulu,” ujar dia.

Hal senada juga dilakukan warga Melikan, Rongkop. Selain menjual ternak untuk membeli air, mereka juga menggunakan sebagian
hasil jualan kerajinan dari bambu untuk membeli air. Salah satu warga, Sunardi, 32, mengatakan satu tangki air mencapai harga
Rp110.000. Pasalnya, air tersebut diambil dari sumber air di Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif