Jogja
Sabtu, 20 September 2014 - 18:20 WIB

Buruh Gendong Pilih Surat Pak Lurah dibanding BPJS

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Legiyem, salah seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo, sedang menunggu pelanggan. (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Harianjogja.com, JOGJA-Buruh gendong dapat mendaftarkan keikutsertaan dalam program BPJS. Akan tetapi, belum semua buruh gendong memahami dan mengenal BPJS. Mayoritas justru memilih surat pak lurah untuk dapat mengakses layanan kesehatan.

Buruh Gendong Pasar Beringharjo, Legiyem menerangkan menjadi buruh gendong, tak memberikannya hasil yang pasti dalam sebulan, bahkan dalam sehari. Legiyem merupakan warga Kulonprogo, yang datang ke Jogja pagi hari pukul 08.00 WIB, dan pulang sore harinya pukul 16.30 WIB. Kalau yang menggunakan jasa gendongnya ramai, ia bisa mendapatkan Rp200.000. Ia beruntung di
Kulonprogo, ia masih bisa mendapatkan layanan gratis dengan menggunakan kartu keterangan dari lurah.

Advertisement

Sampun cekap ngangge layang saking pak lurah, wonten Puskesmas mboten bayar, nek mboten saged sukani layang kuning, mbayar.
Nek ana liyane, ndak kaboten, repot,” imbuh perempuan berusia 65 tahun ini.

Raut wajahnya seketika berubah, saat obrolan membahas BPJS.

Mboten ngertos [tidak tahu] apa itu BPJS, kawan-kawan juga tidak ada yang beri tahu,” ujarnya sambil menggelengkan kepalanya,
Selasa (16/9/2014).

Advertisement

Buruh gendong merupakan salah satu tenaga kerja sektor informal BPU (Bukan Penerima Upah) yang dapat mendaftarkan
keikutsertaan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). Akan tetapi, belum semua
buruh gendong memahami dan mengenal BPJS. Bahkan, komunitas mengaku, buruh sempat semangat mendaftar, tetapi turun lagi
akibat beberapa hal.

Sama seperti Legiyem, salah satu buruh gendong lain yang tak ingin disebutkan namanya, juga berasal dari Kulonprogo, mengaku tak
mendapat banyak informasi mengenai JKN dan pengenalan BPJS dari sosialisasi yang pernah diterimanya.
Ia mengaku, belum mengetahui program JKN BPU yang dimulai oleh pemerintah.

“Belum pernah coba Tanya-tanya juga ke BPJS. Nanti, kalau ada bantuan kesehatan dari situ, mau mengurus. Kalau enggak ada, ya
enggak mau mengurus,” tandasnya.

Advertisement

Umi, dari komunitas buruh gendong, mengungkapkan, setelah sosialisasi adanya layanan dari BPJS kepada kaum buruh gendong,
mereka sempat bersemangat untuk mendaftar. Namun, semangat mereka kembali memudar ketika mengetahui bahwa belum semua
petugas BPJS mengetahui hambatan yang dialami para buruh gendong.

“Untuk menerima layanan kesehatan kelas tiga, minimal ada Rp29.000 untuk iuran. Padahal, hasil buruh gendong dalam satu hari
bayarannya tidak terlalu besar,” tutur Umi Asih, petugas lapangan Yayasan Anissa Swasti.

Umi menjelaskan, buruh gendong sesungguhnya mau dan bisa mengupayakan untuk membayar, namun mereka masih berpandangan
bahwa mengurus Jaminan Kesehatan Sosial masih lebih mudah, ketimbang JKN BPJS yang disebut ribet.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif