Jogja
Jumat, 19 September 2014 - 01:20 WIB

Pertumbuhan Hotel Berlebihan, Proyek Diduga Langgar Amdal

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Bisnis Indonesia)

Harianjogja.com, JOGJA- Pertumbuhan hotel di wilayah Kota Jogja dinilai sudah berlebih. Kebutuhan kamar sudah melebihi atau tidak sesuai dengan permintaan (oversupply).

Tak terkendalinya jumlah hotel tersebut ditengarai banyak yang melanggar analisa dampak lingkungan (Amdal).

Advertisement

“Kalau UKL [upaya pengelolaan lingkungan hidup] – UPL [upaya pemantauan lingkungan hidup] dan Amdal diketatkan, pertumbuhan hotel tak sebanyak sekarang,” ujar Ketua Tim Peneliti Dampak Kajian Perhotelan, Ike Janita Dewi kepada Harian Jogja, Rabu (17/9/2014).

Penelitian Ike merupakan hasil kerja sama dengan Badan Kerja Sama dan Penanaman Modal DIY. Ia mencontohkan, ketidaksesuaian Amdal itu misalnya soal ketersediaan lahan parkir hotel. Karena terbatasnya ruang, sehingga berdampak pada kamacetan karena tamu parkir di pinggir jalan.

Selain itu, berkaitan dengan rekomendasi pengeboran sumur dalam. Pengeboran itu, menurutnya, hampir dipastikan akan berpengaruh pada sumur dangkal rumah tangga.

Advertisement

“Satu kamar hotel itu membutuhkan 380 liter air, sedangkan rumah tangga maksimal hanya 300 liter air,” ungkapnya.

Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Jogja itu menambahkan pembangunan hotel sebenarnya memang menguntungkan secara ekonomi, karena dari penelitiannya merambahnya hotel menambah persentase produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar Rp1,7 triliun.

Angka itu didapat karena hotel dapat mendatangkan wisatawan yang juga membeli produk-produk kerajinan, selain itu hotel juga membelanjakan mebel serta jasa laundry diuntungkan.

Advertisement

Akan tetapi kalau syarat perizinan hotel tidak ditegakkan dampaknya pada lingkungan. “Moratorium pendirian hotel bukan solusinya, karena yang penting perketat rekomendasi UKL-UPL ataupun Amdal,” terangnya.

Toh kebutuhan kamar menurutnya sudah melebihi atau tidak sesuai dengan permintaan (oversupply), sehingga kalau dibiarkan yang terjadi adalah perang harga.

Menurutnya, keseimbangan antara permintaan dan penawaran jumlah kamar itu baru terjadi pada 2019. Itu pun, katanya, perhitungan bisa meleset ketika jumlah pengajuan hotel sebelum moratorium banyak disetujui.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif