News
Kamis, 18 September 2014 - 16:30 WIB

RUU PILKADA : Survei LSI: Publik Salahkan SBY Jika Pilkada Langsung Dicabut

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hasan Mulachela demo tunggal di Gladak, Senin (8/9/2014). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Mayoritas warga Indonesia menyalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika RUU Pilkada yang mengatur pilkada lewat DPRD disahkan oleh DPR sehingga berakibat pada kemunduran demokrasi.

Sebanyak 83,07% warga menuding presiden paling bersalah jika hak politik warga untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD. Hanya 13,41 % publik yang menyatakan SBY tidak dapat disalahkan.

Advertisement

Hal tersebut terungkap dalam survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) untuk merespon polemik RUU Pilkada. Survei tersebut dilakukan melalui quick poll pada 14—16 September dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden yang berdomisili di 33 provinsi dengan margin of error dari survei itu sebesar +/- 2,9%.

“Selain itu, survei kuantitatif tersebut dilengkapi dengan metode analisis media, FGD, serta in depth interview untuk menggali kolom mengapa publik menyalahkan SBY,” kata peneliti LSI, Ardian Sopa dalam jumpa pers, Kamis (18/9/2014).

Hasil survei mengungkapkan bahwa publik saat ini memahami—dari berita media yang massif—bahwa undang-undang adalah produk bersama antara pemerintah dan DPR. “Jadi kewenangan untuk memutuskan RUU tersebut antara lain ada di tangan Presiden SBY.”

Advertisement

Dalam survey tersebut, jelasnya, publik juga berharap kepada SBY untuk mengambil sikap yang sesuai dengan kehendak mayoritas publik yaitu menolak pilkada oleh DPRD dan tetap konsisten dengan system pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan sembilan tahun.

Dengan demikian, SBY harus mengambil sikap tegas dalam kapasitasnya sebagai presiden. Dari seluruh responden, sebanyak 74,04% menginginkan hal itu. “Artinya, jika presiden menarik kembali RUU tersebut maka pembahasan RUU di DPR tidak dapat dilanjutkan. Hal tersebut bisa dilakukan seperti SBY menarik RUU KUHAP karena adanya resistensi yang besar terhadap RUU tersebut.”

Namun, lanjutnya, menarik mencermati statement Ketua Harian Partai Demokrat sebelum survei ini diumumkan. “Partai Demokrat akhirnya mengubah haluan dan mendukung pilkada secara langsung meski dengan sejumlah syarat antara lain uji publik atas integritas dan kompetensi calon kepala daerah, efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada, larangan memberi mahar, kampanye hitam, serta larangan pelibatan aparat birokrasi.”

Advertisement

Sementara itu, dengan berubah haluan Partai Demokrat menjadi pendukung pilkada secara langsung, komposisi pendukung pilkada langsung di parlemen menjadi kuat atau sebesar 51,79%. Komposisinya, Fraksi Partai Demokrat sebesar 26,79%; Fraksi PDIP 16,96%; Fraksi PKB 4,82%; serta Fraksi Hanura 3,21%.

Meski sudah mengantongi suara mayoritas, pengamat politik UGM Ari Dwipayana mengimbau kepada publik untuk terus mengawal RUU pilkada hingga paripurna DPR menyusul berubahnya sikap Partai Demokrat. “Jangan-jangan ada instruksi ganda dari SBY,” katanya.

Segala kemungkinan, bisa terjadi sebelum DPR memparipurnakan RUU tersebut. Seluruhnya masih tergantung dari sikap perwakilan partai di DPR. “Sikapnya sejalan atau tidak, itu nanti di paripurna.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif