Jogja
Kamis, 18 September 2014 - 15:20 WIB

KISAH WARGA BANYUSOCO SWADAYA AIR : Dari Perbaikan Pelayanan Hingga Kalpataru (Bagian 2)

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Damanhuri saat memeriksa instalasi pompa air yang terletak di dekat aliran Sungai Oya di Desa Banyusoco, Rabu (17/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/David Kurniawan)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Dari awalnya hanya 13 keluarga, kini hampir seluruh KK di Dusun Ketangi dan Kepek kini sudah terpasang instalasi air. Saat ini, KK yang tercatat sebagai pelanggan kelompok Ngudi Ajining Tirto sebanyak 323 keluarga. adahal, jumlah KK di kedua dusun mencapai 478 keluarga.

“Saat ini banyak yang mengajukan pemasangan instalasi baru, namun belum bisa kami layani. Kami masih fokus untuk perbaikan manajemen dan peningkatan kualitas pelayanan,” tegas Damandaru, pria yang memanfaatkan kembali Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) di daerah tersebut.

Advertisement

Damanhuri menambahkan selama setahun pelaksanaan, utang untuk membeli perlengkapan instalasi dapat dilunasi. Malahan,
dikarenakan tingginya antusias warga, kelompok itu memutuskan membangun bak penampungan baru, dengan kapasitas 40 kubik.

“Untuk saat ini, tinggalan bak penampungan program PKPS BBM tak lagi difungsikan, karena beralih ke bak yang baru,” ucap dia.

Dia menjelaskan selain kualitas pelayanan yang terus dijaga, salah satu tips untuk memeroleh hati warga dengan jalan memberikan diskon kepada warga yang tertimpa musibah kematian. Pengelola memutuskan memberikan keringanan pembayaran air sebanyak lima kubik kepada pelanggan yang ada keluarganya meninggal dunia.

Advertisement

“Kami mempertahankan pemberian diskon kepada keluarga yang tertimpa musibah. Sebab, langkah itu sangat efektif untuk menggaet pelanggan,” tegas Damanhuri.

Untuk pengoperasiannya, warga dikenakan biaya beban sebesar Rp3.000 tiap bulannya. Sementara untuk penggunaan air, warga dikenakan biaya Rp2.000 per kubiknya.

“Misalnya satu KK menghabiskan 5 kubik air, maka keluarga tersebut harus membayar Rp13.000 tiap bulannya. Biaya tersebut juga belum mengalami perubahan sejak pertama kali diterapkan,” sebut Damanhuri.

Advertisement

Pengalaman mengelola air secara swadaya membuat Damanhuri dikenal luas. Malahan, dia mengaku pernah diundang ke Universitas
Indonesia (UI) untuk memaparkan jerih payahnya selama ini. Dia tidak menyangka, sebagai pemuda putus sekolah bisa bertemu dengan orang-orang besar dan pergi ke luar daerah, mulai dari Jakarta, Lampung, Lombok, NTB pernah dikunjunginya. Tak hanya itu, di lemari miliknya juga terdapat tujuh piagam penghargaan, salah satunya piagam Kalpataru provinsi yang diberikan Sultan HB X.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif