Jogja
Rabu, 17 September 2014 - 00:20 WIB

Mitigasi Bencana di Tempat Wisata Perlu Ditingkatkan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gelombang tinggi tampak bergulung-gulung di Pantai Baron, Kemadang, Tanjungsari, Minggu (24/8/2014). (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Harianjogja.com, JOGJA- Antisipasi dan mitigasi bencana untuk daerah yang menjadi tujuan wisata perlu ditingkatkan.

Hal itu diungkapkan Direktur Magister Studi Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Sudibyakto.

Advertisement

“Hal itu perlu dilakukan, karena sektor pariwisata rentan terhadap persepsi publik terkat denga alasan keselamatan dan kesehatan, sehingga membutuhkan strategi untuk mengurangi dampak risiko bencana yang ditimbulkan,” katanya, Senin (15/9/2014).

Pada konferensi “Pengelolaan Pariwisata di Tengah Ancaman Risiko Bencana”, ia mengatakan industri pariwisata di beberapa daerah saat ini menjadi salah satu sumber pendapatan dan penghasil devisa terutama bagi daerah yang minim sumber daya alam seperti Jogja dan Bali.

Menurut dia, untuk mengurangi dampak kekhawatiran pengunjung terhadap ancaman risiko bencana, upaya melakukan penilaian risiko dan pemasangan sistem peringatan dini risiko bencana menjadi sebuah keharusan.

Advertisement

“Hal itu bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat lokal, dan pelaku industri pariwisata. Hal itu jauh lebih efektif ketimbang hanya mengandalkan proses pemulihan pascabencana,” katanya.

Ia mengatakan bencana gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 dan gempa bumi di DIY dan Jawa Tengah pada 2006 menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya manajemen penanggulangan bencana.

“Keduanya menjadi bukti bahwa kita membutuhkan strategi pengurangan risiko bencana,” kata Sudibyakto.

Advertisement

Dosen perencanaan wilayah dan kota University of Hawaii, Amerika Serikat, Dolores Foley mengatakan selama satu dekade terakhir sejumlah bencana memberikan dampak buruk bagi daerah yang memiliki tujuan wisata pesisir.

“Di Indonesia ada 28 wilayah yang rawan terkena gempa dan tsunami, termasuk di antaranya daerah yang menjadi favorit tujuan wisata seperti Bali, NTB, dan NTT,” katanya.

Menurut dia, daerah yang memiliki risiko terkena bencana membutuhkan sebuah hasil penelitian dalam memberikan informasi yang tepat dalam mengantisipasi dampak bencana yang kemungkinan suatu saat bisa saja muncul.

“Komunikasi yang efektif, perencanaan, dan kemitraan antara masyarakat dan pengelola pariwisata sangat dibutuhkan,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif