Jogja
Senin, 15 September 2014 - 06:20 WIB

Petani Pesisir Kulonprogo Keluhkan Listrik Pertanian Batal Dipasang

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu petani pesisir pantai di Desa Bugel, Panjatan menunjukkan meteran listrik yang telah dipasang tengah lahan tanaman melon, Minggu (14/9/2014). (Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, KULONPROGO– Kelompok petani pesisir mengeluhkan batalnya pemasangan jaringan kelistrikan untuk pertanian. Padahal, pembangunan jaringan listrik tersebut diharapkan dapat mengefisiensi biaya operasional untuk pertanian.

Suradal, 43, petani dari Dusun II, Desa Bugel, Panjatan mengaku kesal dengan pembatalan pembangunan jaringan listrik untuk lahan pertaniannya. Semestinya, saat ini jaringan listrik sudah terpasang, namun sampai saat ini baru tiang listrik saja yang terpasang.

Advertisement

“Baru togor [tiang listrik] yang sudah terpasang, tapi sampai saat ini listrik belum menyala. Kata pihak PLN ada masalah, lahan pertanian kami diklaim milik PT Jogja Magasa Iron,” ungkap Suradal kepada Harian Jogja, Minggu (14/9/2014).

Suradal mengaku, untuk menyirami tanaman cabai dan melon, dia harus menggunakan disel berbahan bakar bensin untuk menghidupkan pompa air. Setidaknya dalam sehari, bensin yang dibutuhkan mencapai tiga liter untuk mengairi sekitar 15 kepek tanaman cabai.

“Tetangga saya ada yang sudah pakai listrik. Biayanya jauh lebih murah dan dalam sehari pemakaian listri hanya mengeluarkan Rp2.000 untuk mengairi lahan dengan luas yang sama,” ungkap Suradal.

Advertisement

Lebih lanjut dia mengatakan, ada sekitar 55 petani yang telah mengajukan pemasangan listrik. Setiap warga telah mengangsur biaya pemasangan listrik sekitar Rp1 juta. Sampai nanti listrik menyala total biaya yang dikeluarkan mencapai Rp2,3 juta per orang untuk listrik sebesar 900 watt.

Ketua kelompok tani Kisik Pranaji Sukarman menambahkan, rencana pemasangan jaringan listrik untuk pertanian sudah diajukan kelompok tani tersebut melalui proposal ke PLN yang berada di Semarang.

Namun, lantaran diklaim oleh pihak PT JMI yang menyatakan kawasan pertanian di Desa Bugel itu termasuk dalam dokumen kontrak karya kawasan penambangan pasir besi.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif