Jogja
Sabtu, 13 September 2014 - 14:20 WIB

KEKERINGAN GUNUNGKIDUL : Duh, Mayoritas Telaga Mengering

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Jerukwudel, Kecamatan Girisubo memanfaatkan air Telaga Wotawati untuk keperluan mencuci dan mandi. foto diambil Selasa (3/6/2014). (JIBI/Harian Jogja/David Kurniawan)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Mayoritas telaga di Gunungkidul mengalami kekeringan tiap tahun. Dari 280 telaga, hanya 70 telaga yang dapat dimanfaatkan warga. Sisanya sekitar 210 telaga mengering. Kekeringan di telaga banyak disebabkan karena proses sedimentasi, sehingga berdampak pada debit air.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul Syarief Armunanto mengatakan memasuki musim
kemarau, banyak telaga di Gunungkidul mengalami kekeringan. Sementara, telaga yang dapat digunakan hanya seperempatnya.

Advertisement

“Kami sudah melakukan pendataan. Hasilnya, dari 280 telaga hanya 70 telaga yang bisa dimanfaatkan,” katanya saat ditemui di
Kantor Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul, Jumat (12/9/2014).

Syarief menjelaskan proses sedimentasi diperparah dengan penguapan air di musim kemarau. Namun, tak jarang kekeringan terjadi
dikarenakan ulah manusia.

“Kekeringan disebabkan karena faktor alam atau pun ulah manusia. Ke depan, kami berusaha untuk mengatasi kekeringan itu,” ungkap dia.

Advertisement

Lebih jauh dikatakan Syarief, telaga yang mengalami pendangkalan sebanyak 232 telaga. Upaya pengerukan pernah dilakukan di Telaga Mongol, Saptosari. Namun, hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Pasalnya, saat proses pengerukan selesai, air di telaga itu malah cepat mengering.

“Kami sedang mengkaji untuk menggunakan metode geomembran untuk mengatasi kekeringan di telaga. Mudah-mudahan teknologi tersebut bisa berhasil,” kata dia lagi.

Metode geomembran merupakan adopsi teknologi pembuatan embung di Nglanggeran. Rencana, area embung atau telaga akan diberikan lapisan plastik sehingga mampu mempertahankan debit air yang ada. Teknologi ini akan diterapkan di dua embung, yakni di Gunungpanggung, Ponjong dan Telaga Pilangrejo, Nglipar.

Advertisement

“Kami belum bisa menjangkau keseluruhan telaga karena keterbatasan anggaran. Namun, dibandingkan dengan melakukan revitalisasi, penggunaan geomembran lebih murah,” ungkap dia.

Terpisah, Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi mengatakan pembangunan telaga harus melibatkan peran masyarakat sekitar. Namun, yang tak kalah penting pembangunannya harus tetap memerhatikan nilai-nilai kearifan lokal di wilayah tersebut.

Telaga di Gunungkidul tersebar di sepuluh kecamatan, yakni Paliyan ada sepuluh telaga, Saptosari 21 telaga, Purwosari 31 telaga, Panggang 22 telaga. Sementara, sisanya di Kecamatan Tepus ada 32 telaga, Tanjungsari 27 telaga, Semanu 42 telaga,
Ponjong 21 telaga, Rongkop 48 telaga, dan Girisubo 27 telaga.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif