Jogja
Sabtu, 6 September 2014 - 15:20 WIB

Mural Batik, Buang Kesan Kusam

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Guntur Susilo (bertopi) dan Damas Prasetyo tengah melukis batik di sumur tua di Dusun Kepek I, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Jumat (5/9/2014). (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

“Batik itu indah, enak dipandang dan warisan budaya.” Kalimat itulah yang terucap dari bibir penggerak Komunitas Mural Batik di Kepek, Wonosari. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harianjogja.com, Kusnul Isti Qomah.

Di sebuah sudut rumah di Dusun Kepel I, Kepek, Wonosari biasanya terlihat sebuah sumur tua yang kotor, seram dan kusam. Namun, akhir-akhir ini, setiap melewati sudut tersebut, sumur tua itu sudah bersolek. Tampak goresan kuas membalut sumur yang sudah tak terpakai itu.

Advertisement

Sumur itu menjadi menarik dengan motif batik parang menyelimuti tubuhnya. Lukisan indah di badan sumur itu memadukan warna putih, hitam, dan coklat.

Motif yang mampu merubah kesan seram dan kotor menjadi bersih dan indah. Lukisan batik itu merupakan karya dari Komunitas Mural Batik yang ada di Desa Kepek, Wonosari.

Advertisement

Motif yang mampu merubah kesan seram dan kotor menjadi bersih dan indah. Lukisan batik itu merupakan karya dari Komunitas Mural Batik yang ada di Desa Kepek, Wonosari.

Lukisan batik itu tampak belum rampung. Tak lama, dua lelaki keluar dari pintu belakang sebuah rumah. Satu orang mengenakan topi pet bak pelukis dan satunya memakai kemeja serta celana panjang. Kedua pria itu menenteng cat dan kuas. Mereka berjalan beriringan menuju lokasi sumur tersebut.

Pria bertopi pet langsung berjongkok di depan perut sumur yang sudah dicat putih. Guntur Susilo namanya. Rupanya ia adalah pelopor dibentuknya Komunitas Mural Batik.

Advertisement

“Kalau dilukis batik, sumur ini jadi lebih indah. Sekalian mengenalkan batik pada anak-anak dan melestarikan warisan budaya,” ujar dia kepada Harianjogja.com sembari meneruskan lukisannya, Jumat (5/9/2014).

Menurutnya, meskipun tidak diajarkan secara langsung, dengan melihat lukisan batik, maka anak-anak pun akan senang dengan batik. Mereka kelak akan menjadi pelestari batik. Warga pun tidak akan lupa dengan warisa budaya itu.

Guntur mengaku, awalnya ia risih dengan aksi vandalisme. Menurutnya, akan lebih bagus jika dihiasi dengan motif batik. “Batik itu indah, enak dipandang dan warisan budaya,” tegas dia.

Advertisement

Kemudian, ia memutuskan untuk membentuk Komunitas Mural Batik. Komunitas ini dibentuk tiga tahun lalu. Komunitas ini dimotori oleh Agus Wahyu Nur Hidayat, Guntur Susilo, Damas Prasetyo, Hanafi Kurniawan, Topan Wisnu, Handy Yoswara, Gege HC, Seno, Ahsan, dan Sidiq Sapto Purnomo.

Sebelum melukis sebuah objek, Guntur dan rekan-rekannya terlebih dahulu meminta ijin pemilik objek tersebut untuk melukis. Jika sudah oke, ia bersama anggota lainnya tak ragu-ragu lagi untuk membuat kuas menari-menari menghiasi objek yang sudah ditentukan.

Terkadang mereka melukis di pot, jembatan, pagar rumah, dan benda apa saja. Tentunya, setelah mendapatkan ijin dari empunya objek. Tak jarang, komunitas ini mendapatkan tawaran untuk melukis gedung sekolah dan rumah. Tidak ada yang memprotes kegiatan mereka. Setelah melihat hasil lukisan, warga rata-rata merasa senang.

Advertisement

“Saya memiliki impian untuk melukis batik di semua gapura menuju objek wisata. Agar lebih indah dan enak dipandang. Selain itu, lebih menarik bagi wisatawan,” ucap dia.

Guntur mengaku sedang gemas dengan kondisi gapura di jalur pantai. Gapura yang berada dekat dengan Pantai Krakal, Ngestirejo, Tanjungsari membuatnya gatal ingin melukis di sana. Pasalnya gapura tersebut ternoda oleh aksi vandalisme.

Damas Prasetyo yang sejak tadi diam karena berkonsentrasi melukis pun angkat bicara. Setiap anggota juga memiliki kesibukan lain selain melukis batik. Bagi mereka, melukis batik merupakan hobi yang terus digeluti. Tak ada kata puas ketika mereka berkarya. Hal itu mendorong mereka untuk terus memperbaiki kemampuan melukis.

“Kami senang melakukan hal ini. Kami sangat mencintai batik dan ingin warisan budaya ini lestari,” ucap dia.

Damas bercerita, sebelum melukis sebuah bidang, terlebih dahulu bidang tersebut dibersihkan. Kemudian, bidang yang akan dilukis dicat warna putih sebagai warna dasar. Barulah, digoreskan pola di atasnya.

“Polanya ditentukan oleh Mas Guntur, kami tinggal meneruskan dengan memoles pola tersebut,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif