News
Jumat, 5 September 2014 - 21:30 WIB

ISIS DI INDONESIA : MMI Tuding ISIS Rekayasa Orang Syiah

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Para aktivis muslim di Kota Bengawan bersama Takmir Masjid Al Wustho Mangkunegaran, Solo, membedah pernik-pernik seputar Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di masjid itu, Jumat (5/9/2014). Dialog terbuka tentang ISIS diperlukan agar generasi muda tidak menjadi korban gerakan radikal larangan negara itu.

Diskusi yang digelar mulai pukul 13.00 WIB itu menghadirkan tiga ustaz, yakni Sekjen Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), M. Shabbarin Syakur; Ketua Forum Daulah Islamiyah, Amir Mahmud M.; dan Pengasuh Ponpes Al Muayyad Windan, H.M. Dian Nafi. Masing-masing ustaz mengupas masalah ISIS dari sudut pandang yang berbeda dalam forum yang dimoderatori Ahmad Hafidh itu.

Advertisement

M. Shabbarin Syakur lebih melihat ISIS dari aspek historis dan pengalaman empirisnya saat di Irak dan Suriah. Menurut Shabbarin, semula ISIS hanya berkembang di Irak dengan nama ISI (Islamic State of Iraq). Kemudian ISI berkembang sampai ke Suriah dan berubah menjadi ISIS.

“Banyak petinggi ISIS di Suriah itu dari Irak. Beberapa pendiri awal ada yang tidak setuju dan ada yang setuju. Bahkan pemimpin ISIS tewas secara misterius. Saat ISIS dideklarasikan, ternyata diikuti munculnya ISIS di negara-negara lain. Saya lihat itu lewat Youtube. Di negara-negara itu tidak ditangkapi, tapi di Indonesia yang ditangkapi karena banyak orang Indonesia yang masuk ISIS,” terang dia.

Shabbarin pun atas nama Majelis Mujahidin Indonesia mengeluarkan sikap bahwa ISIS itu merupakan rekayasa kaum Syiah. Dia berharap harus ada yang menyadarkan mereka agar tidak terjerumus dalam gerakan radikal itu.

Advertisement

Amir Mahmud melihat masalah ISIS dari sudut pandang akademik. Pemilik gelar doktor itu mengatakan ISIS sebagai sebuah gerakan transnasional. Menurut dia, Indonesia tengah diuji dengan keberadaan ISIS sehingga ketika melihat gerakan itu harus dari berbagai sisi. Dalam sejarah Indonesia, kata dia, negeri ini pernah diuji dengan munculnya dua ideologi, yakni komunisme dan darul islam.

“Orang-orangnya boleh mati, tetapi ideologinya tidak bisa mati. Diskusi terbuka seperti ini bisa memberi solusi bagi masyarakat luas. Akan lebih baik bila diskusi ini dilakukan kepada komponen yang dianggap radikal. Yang jelas, anak bangsa jangan sampai jadi korban ISIS dan jangan sampai fobia terhadap Islam,” paparnya.

Dian Nafi memiliki analisis yang hampir mirip dengan Amir Mahmud, di mana ISIS dianggap sebanyak sebuah gerakan ideologi yang menyempal dari umat Islam. Menurut dia, legitimasi gerakan ISIS tidak diakui oleh Irak dan Suriah dan secara de jure kelompok ini tidak memiliki wilayah.

Advertisement

“Bahkan ada 1.000 ulama yang berpendapat deklarasi kekhalifahan ISIS tidak sah sesuai syariat. Beberapa negara besar, termasuk Indonesia menganggap ISIS sebagai teroris. Dengan pola-pola tindakan yang anarkis, ISIS ini merupakan bentuk kejahatan lintas negara. Baiat sepihak juga tidak sesuai dengan tuntutan. Jadi, sikapnya harus jelas tinggalkan yang kabur dan kembali kepada sesuatu yang jelas,” tuturnya.

Dia menyatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan ideologi yang jelas dan memberi ruang atas tujuan syariat Islam. Dia menekankan umat Islam memiliki kontribusi besar terhadap NKRI yang memberi jaminan terhadap tujuan syariat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif