News
Jumat, 5 September 2014 - 00:10 WIB

Alumnus FH UI Memohon Legalisasi Perkawinan Beda Agama, Ini Tanggapan MK

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (magforwomen.com)

Solopos.com, JAKARTA–Alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) mengakukan permohonan legalisasi perkawinan beda agama. Damian Agata Yuvens bersama 4 rekannya memohon legalisasi perkawinan beda agama. Menurut Damian, sebuah perkawinan tidak bisa dinyatakan negara tidak sah karena pelaku perkawinan beda agama.

“?Permohonan ini tidak untuk membela orang-orang yang mau menikah beda agama, tapi yang sudah,” kata Damian di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2014) sebagaimana ditulis Detik.

Advertisement

?”Karena perkawinan mereka dianggap tidak pernah ada. Perkawinannya dianggap tidak sah dari awal, itu yang kami ingin lindungi. Bukan hak kita menyatakan dia tidak boleh atau tidak bisa,” tambah alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) itu.

Damian menambahkan, pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu mengatu?r sahnya sebuah perkawinan jika dilangsungkan menurut hukum agama masing-masing.

Advertisement

Damian menambahkan, pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu mengatu?r sahnya sebuah perkawinan jika dilangsungkan menurut hukum agama masing-masing.

Ia menilai pasal itu tak sejalan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.

“Karena interpretasi hukum agama dikembalikan kepada masing-masing orangnya. Kami melakukan riset dan ketika mereka mengurus perkawinan, baru di tingkat RT sudah dipersulit. Ada hambatan dalam proses mereka,” ujar Damian.

Advertisement

Damian menilai pasal itu memicu warga negara untuk mencurangi hukum. Maksudnya, ada sejumlah kasus yang muncul dari pasangan berbeda agama seperti menikah di luar negeri, terpaksa pindah agama dan kembali ke agamanya semula setelah menikah.

“Misalnya, negara memberikan izin untuk membangun tempat ibadah tapi t?idak bisa memaksa orang-orang untuk beribadah di tempat ibadah itu,” tutup Damian.

Sementara itu, Hakim konstitusi Arief Hidayat kemudian mengingatkan mereka bahwa konstitusi Indonesia tidak sekuler, juga tidak berdasarkan agama.

Advertisement

“?Konstitusi kita menganut bukan berdasarkan agama, tapi juga tidak menganut sekuler. Tapi menganut Pancasila. Artinya, sinar atau dasarnya itu Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Arief dalam persidangan uji materi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2014).

Arief menambahkan, sila pertama dari Pancasila itu menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga para pemuda itu disarankan menyampaikan uraian permohonannya dengan landasan filosofis tersebut.

“Hukum di Indonesia harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip netral Ketuhanan yang Maha Esa. Bisa juga uraian dibangun berdasarkan original intent pendirian negara dari pandangan? Soekarno. Yang muncul perdebatan filosofis, juga ada sosiologis,” ujar Arief.

Advertisement

5 Pemuda ini menggugat Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal itu megatur perkawinan menurut agama adalah perkawinan yang sah. Para pemuda itu kemudian merasa hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan oleh keberadaan pasal tersebut.

“Kalau itu kita batalkan, nanti perkawinan di Indonesia menurut apa? Bisa juga minta dinyatakan tidak bertentang tapi harus dimaknai. Kalau dihapus, nanti dasarnya apa? Kalau begitu nanti sama saja UU Perkawinan dengan KUHPerdata, perkawinan menurut perdata itu sekuler, padahal tidak,” ujar Arief.

?”Perkawinan di Indonesia itu perjanjian luhur laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga. Kalau Islam mengatakan membentuk keluarga sakinah, mawadah dan warrohmah,” papar Arief.

Sementara itu, hakim konstitusi Wahiduddin Adams meminta perbaikan permohonan itu. Seperti legal standing dan penajaman alasan kerugian konstitusional yang dialami.

“?Pemohon statusnya belum kawin semua ya? Mengenai legal standing-nya, kerugian hak konstitusional bersifat spesifik dan dapat dipastikan akan terjadi. Jadi di sini saya lihat kemungkinan akan terjadi pada pemohon, ya potensial akan terjadi,” kata Wahiduddin Adams.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif