News
Rabu, 3 September 2014 - 13:02 WIB

KENAIKAN HARGA BBM : Jusuf Kalla Tak Setuju Pesawat Kepresidenan Dijual

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pesawat Kepresidenan Republik Indonesia. (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Solopos.com, JAKARTA — Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menyatakan tidak sepakat dengan desakan Ketua DPP PDIP, Maruarar Sirait, untuk menjual pesawat kepresidenan sebagai salah satu upaya menghemat anggaran. Upaya itu disebut Maruarar perlu dilakukan sebelum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Baca: Jokowi Diminta Jual Pesawat Kepresidenan.

“Iya [jangan dijual], bagaimana pun negara-negara besar harus dikunjungi, bukan berarti kalau dijual tidak ada ongkos lagi. Justru ongkosnya akan lebih besar lagi,” kata JK seperti dikutip Antara, Rabu (3/9/2014). Baca: Mensesneg: Pesawat Kepresidenan akan Menghemat Anggaran.

Advertisement

JK mengatakan presiden harus mengunjungi sejumlah tempat sehingga akan menguras biaya, jika harus menggunakan pesawat airbus sewaan. “Apalagi kalau Pak Jokowi nanti blusukan, kalau sewa pesawat lebih mahal lagi. Kalau saya pakai pesawat kecil saja,” ujar dia.

Sebelumnya Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait mengaku akan mengusulkan kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk menjual pesawat kepresidenan yang pengadaannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden SBY. Hal itu dilakukan untuk menghemat anggaran operasional.

“Harus ada efisiensi perjalanan dinas pemerintah. Saya mau mengusulkan kepada Pak Jokowi supaya pesawat presiden dijual. Harus dikaji, pesawat ini untuk efisiensi, untuk kebanggaan atau untuk apa,” kata Maruarar, Senin.

Advertisement

Pernyataan Maruarar Sirait itu terkait wacana kenaikan harga BBM bersubsidi yang belakangan ramai diperbincangkan. Maruarar menilai kenaikan harga BBM bersubsidi harus menjadi opsi terakhir setelah ada upaya penghematan dari pemerintahan Jokowi-JK.

Dia menekankan pemerintahan ke depan harus dapat melakukan efisiensi dengan meniadakan perjalanan dinas ke luar negeri sementara waktu, kecuali yang menyangkut soal perbatasan negara. “Perjalanan dinas ini ada pemborosan beberapa triliun dalam setahun,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif