Jogja
Selasa, 2 September 2014 - 23:20 WIB

60.000 Penerima Jaminan Kesehatan Bermasalah Rugikan Warga Miskin Bantul

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perawatan pasien di rumah sakit (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Harianjogja.com, BANTUL- Kondisi pemegang kartu jaminan kesehatan ganda di Kabupaten Bantul merugikan warga miskin di wilayah tersebut.

Kepala Seksi Data dan Pengkajian Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul Lukas Sumanasa meminta warga segera melapor ke BKK, bila masih terdaftar sebagai pemegang ganda kartu jaminan kesehatan.

Advertisement

Sebab menurutnya, kondisi ini merugikan warga miskin lainnya yang belum tercover jaminan kesehatan. Alasannya, kesempatan mereka untuk mendapat jaminan kesehatan menjadi terbatas. Padahal, kuota penerima jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) terbatas alias tidak mengcover semua penduduk.

“Harusnya yang mendapat jaminan kesehatan itu semakin banyak [karena banyak asuransi kesehatan], tapi kalau satu orang menerima ganda yang lain jadi tidak dapat,” ujarnya.

Saat ini kata dia, kuota penerima Jamkesda di Kabupaten Bantul sebanyak 220.000 orang dengan plafon pembiayaan senilai Rp20 juta per orang.

Advertisement

Premi kesehatan untuk 220.000 jiwa warga itu ditanggung Pemkab Bantul dan pemerintah DIY sebanyak 200.000 jiwa, sisanya sebanyak 20.000 jiwa ditanggung seluruhnya oleh APBD Bantul.

“Plafon biayanya satu orang Rp10 juta setahun, tapi kalau kurang masih bisa mengajukan penambahan biaya kesehatan ke pemerintah DIY,” paparnya.

Lukas menambahkan, mulai 2 September ini, otoritas BPJS akan memverifikasi penerima jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk mengurangi penerima ganda jamianan kesehatan tersebut.

Advertisement

Ia memprediksi, double data itu bakal berkurang banyak setelah verifikasi dilakukan. Jamkesda adalah skema asuransi kesehatan yang diselenggarakan Pemkab Bantul.

Hingga kini Jamkesda belum melebur atau bertransformasi ke dalam BPJS menjadi JKN, seperti halnya asuransi lain seperti Askes, Jamsostek atau Asabri. Akibatnya, pembiayaan dan penyelenggaraanya masih dilaksanakan oleh pemerintah daerah bukan pemeirntah pusat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif