Soloraya
Senin, 1 September 2014 - 05:10 WIB

PUNGLI DI SUKOHARJO : Pungli Kepala Desa hingga Kepala Daerah Hantui Pengembang Perumahan di Sukoharjo

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Situasi kawasan Solo Baru yang merupakan kawasan pengembangan Sukoharjo (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO — Sejumlah pengembang perumahan di Kabupaten Sukoharjo mengeluhkan sistem birokrasi perizinan yang membuat pungutan liar (pungli) tetap subur hingga sekarang. Pungli itu diduga dilakukan para pejabat mulai dari level kepala desa (kades) hingga pemimpin daerah, yakni bupati.

Salah seorang pengembang perumahan yang meminta identitasnya dirahasiakan, saat ditemui Solopos.com di Sukoharjo pekan lalu, mengatakan dirinya harus menuruti permintaan uang atau pungutan yang dilakukan pejabat mulai dari level kades saat mengurus kelengkapan permohonan izin lokasi dan izin mendirikan bangunan (IMB) pada 2011-2012.

Advertisement

Jika tak permintaan tersebut tak dipenuhi, katanya, jangan harap tanda tangan persetujuan diberikan para pejabat daerah itu. “Kalau saya sih enggak diminta [oleh kades]. Tapi, saya yakin yang lain dimintai. Itu tergantung kadesnya. Kalau kadesnya rakus ya ngarani [menyebut]. Itu per meter [menghitung setoran ke kades]. Seperti di Mojolaban dan Kartasura, yang saya tahu di sana banyak yang ngarani. Di tingkat desa itu per meternya bisa sampai Rp3.000. Satu hektare itu Rp30 juta,” kata sumber Solopos.com ini.

Pungutan lebih besar, menurut dia, dilakukan oleh beberapa camat. Camat, menurutnya biasa meminta uang setoran Rp2.000-Rp7.000 per meter persegi kepada pengembang perumahan.

Advertisement

Pungutan lebih besar, menurut dia, dilakukan oleh beberapa camat. Camat, menurutnya biasa meminta uang setoran Rp2.000-Rp7.000 per meter persegi kepada pengembang perumahan.

Tangan Kanan
Menurut sumber Solopos.com itu, salah seorang rekannya sempat mencak-mencak karena dipungut Rp7.000 per meter persegi oleh Camat Kartasura. “Itu langsung camat yang minta [bukan orang suruhan],” kata dia.

Dalam mendapatkan izin lokasi, ada sidang yang dilakukan bersama sejumlah pejabat di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) seperti Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Sukoharjo  yang tergabung dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Untuk kepentingan sidang tersebut, ia harus membayar biaya sidang yang mencapai Rp4,5 juta.

Advertisement

Proses serah terima uang pungutan itu dilakukan di rumah dinas bupati. Menurut dia, hal itu dilakukan tanpa melalui perantara. Ia mengatakan bupati memiliki tangan kanan. Tapi, tugasnya hanya mengondisikan. Sementara serah terima uang dilakukan sendiri oleh sang bupati.

“Duit itu langsung [diberikan kepada bupati]. Kalau tembok itu bisa bicara, dia bakal bicara. Kalau kursi tamu di rumah dinas bupati bisa bicara, dia yang bakal bicara. Ini yang tahu cuma saya, bupati, dan Tuhan,” kata sumber Solopos.com tersebut.

Tangan kanan bupati itu—entah atas perintah siapa—juga meminta bagian dari proses pengurusan izin lokasi. Narasumber Solopos.com tersebut mengaku membayar Rp5 juta untuk tanah seluas 7.000 meter persegi yang akan ia manfaatkan untuk pembangunan perumahan. ”Untuk tanah seluas 7.000 meter persegi itu saya kena Rp35 juta [ke bupati], Rp5 juta ke tangan kanan bupati, dan biaya sidang [Rp4,5 juta]. Ini murah lo. Untuk tempat-tempat lain konon lebih. Katanya sekarang juga lebih,” ujar dia.

Advertisement

Uang Kopi
Setelah mengurus izin lokasi, urusan dengan bupati selesai. Tapi, jalan terjal masih harus dilaluinya saat mengurus IMB. Kades dan camat meminta ”upeti” senilai Rp100.000-Rp200.000 untuk satu bangunan saat mengurus IMB tersebut.

Setelah itu, ia mengurus rekomendasi teknis yang dikeluarkan oleh Bidang Cipta Karya DPU. Dalam rekomendasi teknis itu disebutkan nilai retribusi yang harus dibayar pengembang sesuai luas bangunan dan konstruksi bangunan rumah. “Kalau perumahan, sebelum rekomendasi teknis ada izin site plan yang melibatkan Kabid [Kepala Bidang] Perumahan, Kabid Tata Ruang, dan Kabid Cipta Karya. Sebelum izin keluar, biasanya para kabid minta bagian,” kata dia.

Ia menjelaskan satu unit rumah yang akan dibangun dihargai Rp100.000. Penghitungan pembayarannya masing-masing bidang biasanya meminta setoran dengan hitungan per unit rumah yang dibangun pengembang.  ”Itu Rp100.000 per bidang lo ya. Artinya untuk satu unit rumah, Bidang Perumahan Rp100.000; Bidang Cipta Karya Rp100.000 dan Bidang Tata Ruang Rp100.000. Itu pungutan enggak resmi. Yang resmi hanya retribusi,” ujar sumber Solopos.com ini.

Advertisement

Saat Solopos.com bertanya cara pembayarannya, sumber tersebut mengatakan para kabid  di DPU itu meminta nominal khusus. Jika uang yang diberikan pengembang untuk “uang kopi” tidak sesuai, pengembang akan dipanggil untuk menambah kekurangannya.

“Yang minta itu langsung kabidnya. Biasanya nanti ada yang membagi ke anak buah. Iki kekna kana, iki kana, iki kana. Ya semacam rapatlah,” ujar dia.

Sumber lain Solopos.com yang juga seorang pengembang perumahan di Sukoharjo dan enggan pula disebutkan identitasnya juga memberikan keterangan senada saat dijumpai Solopos.com di Sukoharjo, Selasa (26/8/2014). “Untuk DPU, itu atas kebijakan saja. Sebatas ucapan terima kasih. Bukan suap. Kalau suap itu kan besar [nominal uang]. Untuk kades dan camat, harus nego [setoran]. Sebenarnya saya ingin bersih,” ujar sumber Solopos.com ini.

Sumber Solopos.com yang ketiga, juga dari kalangan pengembang perumahan, mengatakan hal senada. Sumber yang mengaku dekat dengan bupati dan pejabat di DPU Sukoharjo mengomfirmasi adanya “uang kopi”. “Enggak besar [nominal setorannya]. Kalau kades dan camat itu biasanya minta. Untuk camat, kisaran setoran di Sukoharjo Rp2.000-Rp7.000 per meter persegi. Tapi enggak ada angka bakunya,” kata dia ketika ditemui Solopos.com di Solo, Selasa.

Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya yang ditemui Solopos.com seusai acara halalbihalal Pemkab Sukoharjo, Selasa (26/8/2014), sontak membantah adanya upeti dalam penandatanganan izin lokasi kepada pengembang perumahan di Sukoharjo. Demikian pula halnya Ketua Paguyuban Camat Sukoharjo yang juga menjabat sebagai Camat Kartasura, Bachtiar Zunan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif