News
Minggu, 31 Agustus 2014 - 02:00 WIB

Kosmetik dan Obat Tradisional Serbu Jateng, 342 Item Disita di Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kosmetik ilegal (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, SEMARANG—Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang mengakui peredaran kosmetik dan obat tradisional ilegal di Jawa Tengah cukup marak yang terdapat di sejumlah pertokoan.

Dalam operasi gabungan yang digelar pada 27-28 Agustus 2014, BBPOM Semarang menyita 342 item dari pedagang di Kota Solo, Jawa Tengah. Temuan barang bukti itu terdiri dari tiga item obat tanpa izin edar (TIE), 298 item kosmetik TIE dan 41 item obat tradisional ilega dengan nilai total sebesar Rp289 juta.

Advertisement

Kepala BBPOM Semarang Agus Prabowo mengatakan temuan barang ilegal terbanyak yakni kosmetik. Karena produk kosmetik seringkali menjadi incaran kaum hawa.

“Kami akui masih banyak produk ilegal yang beredar di pertokoan. Semua barang ilegal itu kami sita dari tiga pedagang di Solo,” papar Agus, Jumat (29/8/2014).

Advertisement

“Kami akui masih banyak produk ilegal yang beredar di pertokoan. Semua barang ilegal itu kami sita dari tiga pedagang di Solo,” papar Agus, Jumat (29/8/2014).

Menurutnya, semua barang ilegal diperoleh dari produsen di Jakarta dengan sasaran distribusi beberapa kota besar di Jawa Tengah dan sekitarnya.

Kota Jujugan Belanja

Advertisement

Mereka tidak mendaftarkan produk barang karena untuk mendapatkan keuntungan besar. Namun satu sisi, ujar Agus, para produsen ilegal tidak memperhatikan terhadap kesehatan yang menimpa pengguna atau manusia.

“Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan. Sampai saat ini, kami melacak pabrik yang memproduksi barang tersebut,” tutur dia.

Dengan maraknya produk ilegal di Jawa Tengah, Agus bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM mengintensifkan pengawasan di wilayah perbatasan, yang rawan terhadap penyebaran barang tanpa izin edar.

Advertisement

Untuk lokasi pelabuhan, kata dia, BBPOM telah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengecek setiap barang masuk.

Pengawasan di pelabuhan yang menjadi transit barang masuk, menurut Agus, telah terkoordinasi secara rapi dengan nama national single window. Artinya semua pengawasan terkontrol melalui jaringan website yang bisa diakses Kementerian Keuangan melalui Dirjen Bea dan Cukai dan BBPOM.

“Info apapun mengenai barang yang masuk kami peroleh dari Dirjen Bea dan Cukai,” terangnya.

Advertisement

Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BBPOM Aryanti menambahkan beberapa waktu lalu petugas telah menggerebek gudang produk ilegal di Magelang dan Purwokerto dengan total nilai produk sebesar Rp4,5 miliar.

Dia memaparkan petugas memiliki kewenangan untuk mengecek proses produksi dan mendeteksi perizinan suatu produk.

“Sanksi yang kami berikan mulain sanksi administrasi hingga sanksi pro justitia dengan ancaman penjara hingga 15 tahun,” ujarnya.

Sementara itu, Industri kosmetik Indonesia mendesak kepada pemerintah untuk mengungkap peredaran produk kosmetik ilegal yang dijual secara online yang diduga peredarannya kian marak dari tahun ke tahun.

Rp80 Triliun

Ketua Umum Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPA KosmetikaPutri KWardhani mengatakan dari nilai sebesar Rp80 triliun untuk produk kosmetik yang beredar di Indonesia, hampir 20% atau Rp15 triliun merupakan produk ilegal yang berbahaya apabila digunakan oleh manusia.

“Produk ilegal itu dijual secara online. Data dari BPOM, peredarannya meningkat tiap tahun,” papar Putri kepada Bisnis.

Menurutnya, maraknya peredaran produk kosmetik ilegal telah dilaporkan kepada BPOM dan petugas terkait. Putri mengaku ada tindakan dari petugas terkait, namun upaya pencegahan belum berjalan maksimal.

Dia menguraikan adanya produk kosmetik ilegal dan berbahaya yang dijual baik melalui internet, pasaran sangat merugikan pelaku industri kosmetik karena mengambil pangsa pasar cukup besar yakni 20%. Disamping itu, katanya, kondisi itu merugikan pemerintah karena menurunkan pendapatan pajak yang seharusnya disetorkan oleh pengusaha resmi sebagai setoran pajak.

“Akibatnya, pangsa pasar hilang karena direbut oleh peredaran produk ilegal,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif