Jogja
Minggu, 31 Agustus 2014 - 22:40 WIB

Disbudpar Bantul Inventaris BCB Dari Rumah ke Rumah

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - (HARIAN JOGJA/GIGIH M. HANAFI)

Harianjogja.com, BANTUL – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bantul melakukan inventarisasi keberadaan benda cagar budaya maupun situs-situs bersejarah yang terdapat di daerah ini.

“Sudah ada tim yang dibentuk dinas untuk inventarisasi sejak 2012, dan hingga kini sudah ada sekitar 170 benda cagar budaya (BCB) yang tercatat di dinas,” kata Kepala Disbudpar Bantul, Bambang Legowo, Sabtu (30/8/2014).

Advertisement

Menurut dia, inventarisasi BCB maupun situs bersejarah bertujuan untuk pemeliharaan terhadap benda peninggalan jaman dahulu tersebut, mengingat umumnya kurang terawat, akibat masyarakat kurang menyadari keberadaan BCB itu.

“Inventarisasi dilakukan dengan menelusuri dari rumah ke rumah dan lingkungannya, di samping itu kami juga mengharapkan kesadaran masyarakat untuk melaporkan ke dinas manakala benda menemukan benda bersejarah,” katanya.

Ia mengatakan selain BCB, saat ini Disbudpar Bantul telah resmi mencatat dua kawasan cagar budaya (KCB) di wilayah Bantul, karena sudah ditetapkan dan mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Advertisement

“Kawasan cagar budaya yang resmi ditetapkan ada dua, yakni di Imogiri (makam raja-raja Mataram) dan kawasan Jagalan, Banguntapan (satu kawasan dengan Kotagede Jogja),  sudah ada SK-nya,” kata Bambang Legowo.

Menurut dia, pihaknya akan terus melakukan inventarisasi BCB maupun BCB yang kemudian mendaftarkan ke Gubernur DIY untuk mendapat SK agar dapat mempunyai landasan hukum dalam pemeliharaan maupun konservasi serta pengembangannya “Dan untuk KCB, kami sedang proses mengusulkan tiga kawasan ke Gubernur, yakni cagar budaya Pleret (Kraton Mataran Islam), Gua Selarong Pajangan dan petilasan di kawasan Pantai Parangkusumo, Parangtritis,” katanya.

Menurut dia, jika usulan tersebut mendapat persetujuan Gubernur DIY dan ditetapkan sebagai KCB, maka pelaksanaan konservasi mempunyai landasan hukum, apalagi akan didukung anggaran melalui Dana Keistimewaan (Danais).

Advertisement

“Selama ini Danais lebih banyak ke desa-desa budaya, untuk situs bersejarah belum tersentuh, maka dengan adanya Danais itu nantinya menjadi lebih terpelihara, yang terpendam bisa dimunculkan, yang berserakan bisa dikumpulkan,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif