Soloraya
Sabtu, 30 Agustus 2014 - 05:31 WIB

KELANGKAAN PUPUK : Harga Urea Melambung, Kini Langka Pula

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi urea (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, BOYOLALI — Harga urea bersubsidi di sejumlah kecamatan di Boyolali melambung hingga 50% di atas harga normal. Kenaikan harga itu sudah berlangsung sejak Juni lalu itu, kini bahkan disertai dengan kelangkaan pupuk.

Salah seorang petani di Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Boyolali, Biman Marno Suwiryo, 60, mengatakan kenaikan harga urea bersubsidi sudah terjadi selama dua bulan lebih. Dia mengaku harus menyiapkan dana lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pupuk.

Advertisement

“Harga jual di kios atau toko pertanian resmi di Boyolali mencapai Rp140.000 hingga Rp150.000 per sak atau 50 kg. Jadi harga satu kuintal pupuk bisa mencapai Rp300.000,” kata Biman saat dijumpai Solopos.com di dekat sawah miliknya, Jumat (29/8/2014).

Biman mengaku resah lantaran tidak tahu harus mengadu atau melapor ke mana terkait melonjaknya harga urea bersubsidi tersebut. “Petani bingung saat menghadapi situasi harga pupuk yang naik ini. Kami kan tidak bisa menolak atau tidak lagi membeli pupuk. Kami tentu membutuhkan pupuk itu untuk pertanian,” ujar Biman.

Menurut Biman, sesuai harga eceran tertinggi (HET), pupuk uera bersubsidi semestinya bisa didapatkan dengan harga Rp100.000 per sak atau Rp200.000 per kuintal. Dia menuding mahalnya harga urea itu dipicu minimnya stok yang tersedia di pasaran.

Advertisement

Urea Langka
Sementara itu, petani Desa Gombang, Kecamatan Sawit, Slamet Hadi Rejo Utomo, 56, mengatakan selain harga bertambah mahal, urea bersubsidi juga mulai sulit didapatkan. Para petani bahkan harus mengantre untuk mendapatkan pupuk di sejumlah toko. “Pupuk bersubsidi mulai langka. Bisa dibilang petani kadang juga harus berebut untuk mendapatkan pupuk itu,” kata Slamet.

Slamet mengatakan sejumlah petani di Gombang bahkan memilih menunda menanam padi karena urea bersubsidi mahal dan langka. Selain itu, petani juga memilih menanam palawija yang tidak membutuhkan banyak pupuk. “Masa panen padi sekitar 105 hari. Petani rata-rata membutuhkan lima sak sampai enam sak pupuk per patok. Jadi petani harus menyiapkan uang sekitar Rp900.000 jika mau menanam padi. Itu baru satu patok, apabila satu hektar [tiga patok], butuh lebih banyak uang lagi khusus untuk pupuk,” imbuh Slamet.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif