Soloraya
Sabtu, 30 Agustus 2014 - 07:29 WIB

BENDA CAGAR BUDAYA SOLO : Ini Dia Sejarah Panjang Monumen PGRI di Solo...

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Monumen PGRI di kompleks SMPN 10 dan SMPN 3 Solo. Bangunan yang dulunya digunakan untuk Sekolah Keputrian Van de Venter itu kini telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) namun keberadaannya terabaikan. (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Situs bersejarah organisasi guru seluruh Indonesia di Kota Solo terabaikan. Tak banyak warga Solo yang mengetahui bahwa aula di SMPN 10 Solo adalah saksi terbentuknya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Wakil Kepala SMPN 3 Bidang Kurikulum, Sarjono, menuturkan sejarah aula itu masih ada kaitan dengan berdirinya SMPN 3 Solo. Menurut dia, kawasan tersebut awalnya merupakan Sekolah Keputrian Van de Venter yang didirikan oleh kedua keraton di Solo, yaitu Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran.

Advertisement

Tempat tersebut menjadi lokasi untuk mendidik calon ibu atau para putri bangsawan. Namun, dalam perkembangannya, tempat itu juga digunakan untuk mendidik calon guru Sekolah Keputrian itu sendiri.

“Sekolah tersebut diresmikan oleh Kanjeng Ratu Timur, istri dari K.G.P.H. Haryo Mangkunegoro VII pada 1925. Pembangunan gedung dilakukan pada 1917 dengan investasi dari kedua keraton,” ungkap dia sambil sesekali membuka buku tentang sejarah SMPN 3.

Pembangunan sekolah tersebut dilakukan oleh CV/Firma Sitzen dan Lauzado dari Belanda. Mereka adalah pengembang yang sama untuk pembangunan Pasar Gede.

Advertisement

“Pada 1952 dipakai untuk kongres PGRI pertama di Indonesia. Lokasinya ya di aula itu…”

Sekolah Keputrian dibangun di atas tanah seluas 7.500 meter persegi yang dibeli dari Pangeran Nataningrat senilai 20.000 Gulden. Jika dijelaskan dengan kondisi saat ini, maka kawasan tersebut meliputi lokasi berdirinya SMPN 3, SMPN 10, dan lapangan SMPN 5. Setelah diresmikan pada 12 Maret 1927, Sekolah Keputrian hanya efektif digunakan sampai 1942. Sebab ketika Jepang masuk, jelas Sarjono, aktivitas Sekolah Keputrian dihentikan dan gedung sekolah dipakai untuk kegiatan tentara Jepang. Pada perkembangannya gedung tersebut juga sempat dijadikan asrama tentara Belanda. Hingga pada akhirnya diambil alih oleh Tentara Pelajar, dan digunakan sebagai pusat pendidikan.

“Mereka dididik untuk memiliki kemampuan baca tulis. Diikuti oleh anggota Tentara Pelajar yang seusia SMP-SMA. Selain dididik keterampilan baca tulis, juga dididik strategi perang dan pembuatan senjata perang seperti mortir dan bom. Salah satunya yang diledakkan di jembatan dekat RS Brayat Minulyo dulu itu,” ujar dia.

Advertisement

Pada tanggal 17 Februari 1950 keluar SK resmi SMPN 3 Solo oleh pemerintah pusat dengan nomor sekolah 1254/B/50. SK diberikan bersamaan dengan SMPN 2, SMPN 4, dan SMPN 5. Sedangkan SMPN 10 merupakan pengembangan dari SMPN 3. Hingga berjalannya waktu, gedung yang dulunya menjadi Sekolah Keputrian tersebut masih terjaga keberadaannya.

“Kemudian pada 1952 dipakai untuk kongres PGRI pertama di Indonesia. Lokasinya ya di aula itu,” terang dia. Selanjutnya, dengan dipakainya sebagai lokasi kongres tersebut, maka oleh PGRI Solo, aula tersebut diusulkan sebagai tempat bersejarah bagi pendidikan, dan menjadi monumen PGRI.

Untuk mengabadikan sejarah panjang cagar budaya itu, tahun 2007 silam, di kompleks SMPN 10 Solo yang bersebelahan langsung dengan SMPN 3 Solo didirikan Monumen PGRI. Monumen itu diresmikan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif