Soloraya
Jumat, 29 Agustus 2014 - 06:41 WIB

Solo Surga bagi Pengemis dan Gelandangan, Ini Alasannya!

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sekelompok pengemis terlihat di pertokoan kawasan Jl Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo, beberapa waktu lalu. Penanganan para pengemis seperti ini tidak bisa hanya sekadar melalui penertiban, namun juga perlu menyentuh banyak aspek seperti pengentasan kemiskinan, pendampingan untuk pemberian motivasi dan sebagainya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Solopos.com, SOLO-—Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mulai gerah dengan terus bermunculannya pengemis, gelandangan dan orang terlantar (PGOT) di jalan-jalan perkotaan.

Hal ini lantaran Kota Solo masih dianggap sebagai surga bagi kaum PGOT hingga keberadaan mereka cukup banyak meski secara rutin dilakukan razia.

Advertisement

Demikian disampaikan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans), Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsonakertrans), Sumartono Kardjo ketika dijumpai Solopos.com di Balai kota, Rabu (27/8/2014).

Sumartono mengakui jumlah PGOT di Kota Solo dari hari ke hari terus bertambah. Padahal pihaknya sudah berulang kali menggelar razia secara rutin. Namun hal itu belum juga member efek jera bagi para PGOT tersebut.

Advertisement

Sumartono mengakui jumlah PGOT di Kota Solo dari hari ke hari terus bertambah. Padahal pihaknya sudah berulang kali menggelar razia secara rutin. Namun hal itu belum juga member efek jera bagi para PGOT tersebut.

“Setiap terjaring razia kami pulangkan ke daerah asal. Karena sebagian besar bukan Wong Solo. Tapi ternyata datang lagi dan lagi,” ujarnya.

Menurut dia, sebagian PGOT mengais rezeki di Kota Solo lantaran berpandangan menerima jauh lebih besar dibanding jika mereka beroperasi di daerah lain sekitar Solo.

Advertisement

Sedangkan untuk gelandangan yang mengidap gangguan jiwa, dititipkan ke Griya Palang Merah Indonesia (PMI) untuk memperoleh perawatan hingga sembuh sebelum dipulangkan.

Sedangkan untuk yang sakit fisik, dia menambahkan dititipkan ke Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi.

“Kami bahkan telah membentuk empat grup musik keroncong yang digawangi para pengamen yang semula beroperasi di perempatan jalan,” terangnya.

Advertisement

Sementara lainnya, dia menuturkan penanganannya dengan memberikan pelatihan berbagai jenis ketrampilan. Hanya saja, peminat bidang ketrampilan, diakui Sumartono masih jauh dari harapan, dengan berbagai dalih.

“Jadi sebagian besar ngakunya karena tidak diterima kerja di mana-mana. Sedangkan dengan di jalan mereka sudah bisa dapat uang banyak. Nah ini yang jadi fenomena sosial di masyarakat. Kan tidak ada larangan orang boleh atau tidak memberi di jalan,” katanya.

Dia mengatakan terus melakukan koordinasi dengan Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah (Perda). Petugas perlindungan masyarakat (Linmas) pun telah dikerahkan di titik-titik perkotaan untuk mengawasi keberadaan PGOT tersebut.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif