News
Kamis, 28 Agustus 2014 - 08:15 WIB

6 Bulan, 2.677 Perempuan di Kabupaten Malang Gugat Cerai

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Solopos.com, MALANG — Sebanyak 2.677 perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama setempat karena berbagai alasan, seperti nikah paksa, suami tidak bertanggung jawab, dan tidak harmonis lagi.

Ketua Panitera Muda Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang Widodo Suparjiyanto, Kamis (28/8/2014), mengatakan, dalam kurun waktu Januari–Juli 2014, tercatat ada 4.097 perkara perceraian. Rinciannya, perkara cerai gugat sebanyak 2.677 perkara dan cerai talak sebanyak 1.420 perkara.

Advertisement

“Angka perceraian [Kabupaten Malang] selama semester pertama 2014 ini memang cukup tinggi. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013, angka tersebut menurun. Tahun lalu, laporan perkara cerai yang masuk ke PA sebanyak 4.221 kasus, yakni cerai talak sebanyak 1.450 perkara dan cerai gugat mencapai 2.771 perkara,” kata Widodo.

Lebih lanjut Widodo menjelaskan selama semester pertama 2014, angka cerai talak paling banyak terjadi pada Februari, yakni sebanyak 232 laporan dan cerai gugat paling banyak terjadi pada Januari, yakni 475 laporan. Penyebab gugatan maupun talak cerai tersebut cukup beragam. Namun, yang paling dominan disebabkan ketidakharmonisan.

Ketidakharmonisan dalam rumah tangga, suami yang tidak bertanggung jawab, suami terjerat kasus hukum, dan karena nikah paksan tersebut, katanya, menyebabkan ribuan perempuan di Kabupaten Malang melayangkan gugatan cerai.

Advertisement

Ia mengakui angka perceraian di Kabupaten Malang tergolong tinggi di antara kota/kabupaten di Jatim, bahkan perkaranya selalu berkejaran dengan tiga daerah lain, yakni Surabaya, Banyuwangi, dan Jember. Meski demikian, tidak semua perkara cerai yang masuk ke PA bisa langsung diketok.

Menurut Widodo, dalam penanganan perkara perceraian, melewati beberapa tahapan dan persidangan, di antaranya ada tahapan mediasi yang dilakukan oleh majelis hakim maupun lembaga pendidikan dari universitas.

“Dari tahapan mediasi ini diharapkan pasangan suami istri bisa bersatu kembali dalam biduk rumah tangga. Kalau masih bisa diselamatkan, kan lebih baik. Akan tetapi, kalau sudah sama-sama tidak ingin bersatu kembali dan terpaksa harus berpiasah, tahapan persidangan dilanjutkan dengan menghadirkan saksi-saksi dari kedua belah pihak,” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif