Jogja
Sabtu, 23 Agustus 2014 - 04:20 WIB

Santri Lintang Songo Tak Sekadar Pintar Ngaji

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Harianjogja.com, BANTUL-Sebanyak 15 kader gereja kristen terdiri dari perutusan majelis, pendeta, mahasiswa dan aktivis gereja menyelenggarakan live-in di Islamic Study Center Aswaja Pondok Pesantren (Ponpes) Lintang Songo, Sitimulto, Piyungan. Selain mengenal lebih dekat pola pengelolaan pesantren, tokoh kristen ini ikut merasakan kehidupan layaknya santri dan menemukan kehidupan Ponpes yang juga mengajarkan kemandirian ekonomi.

Tri Gunanto, Majelis Gereja Injili Tanah Jawa dari Pakis suwawa 5, Jepara, Jateng mengungkapkan persepsinya selama ini salah mengenai Ponpes. Sebab pendidikan di Ponpes tidak sekadar mengajarkan tentang agama. Melainkan juga nilai-nilai kemandirian dan pemberdayaan yang dibekalkan kepada santri. Disini nilai kemanusiaan dan kerukunan lintas ditanamkan pada pada setiap santri.

Advertisement

“Sungguh ini merubah persepsi saya tentang ponpes selama ini. Setahu santri di ponpes itu hanya pengajian dan pendalam ayat-ayat alquran tapi ternyata juga pembelajaran ekonomi kemandirian,” katanya ditemui Harianjogja.com didampingi tokoh kristen yang lain.

Kegiatan pembelajaran seperti pertanian menanam sayur-sayuran, peternakan dan produksi makanan bernilai ekonomis tidak hanya praktik pelajaran tetapi berjalan untuk membiayai operasional puluhan santrinya. Dalam kesempatan ini, perwakilan umat Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan perwakilan Gereja Kristen Indonesia (GKI) bersama santri bertukar pemahaman soal pandangan islam dan kristen yang kerap menulai pertentangan. Dialog ini diharapkan dapat menjembatani dan semakin memperkuat hubungan persaudaran lintas agama.

Pemilik Ponpes Lintang Songo Heri Kuswanto menyampaikan tidak banyak ponpes di DIY yang terbuka menjadi pusat kegiatan bersama umat agama lain. Padahal, imbuh Heri, kegiatan serupa cukup baik dan harus terus ditumbuhkembangkan sesuai komitmen kerukunan dan keberagaman dalam kehidupan NKRI oleh anak bangsa.

Advertisement

Baginya, kepercayaan merupakan hak yang harus dihormati semua pihak. Terlebih di era yang mulai rawan terjadi konflik antar agama, nilai-nilai toleransi dan saling menghormati antar pemeluk agama harus dikuatkan, bukan melalui manjaga jarak melainkan justru saling terbuka, jujur, saling menerima perbedaan sebagai suatu anugerah keindahan.

Kepada santrinya, Heri mengenalkan empat warna islam yang dihadapi umat seperti islam liberal yakni pandangan umat dirinya menyatu dengan Tuhan, islam radikal memusuhi adanya perbedaan, islam sesat yakni ngaku nabi atau adanya tanah suci yang berbeda selain Mekah.

“Nah kebetulan yang kami kenalkan dan kami ajarkan di ponpes ini adalah Islam Moderat, yakni  Islam yang mengapresiasi nilai-nilai adat tradisi dan tetap pegang prinsip tetap dalam menghadapi perbedaan dan kemajemukan. Tidak ada ajaran fanatik kami berikan pada santri justru mempersiapkan generasi anak bangsa yang bisa mengembangkan nilai pluralisme,” jelas tokoh Nahdlatul Ulama pernah menjabat wakil ketua DPRD Bantul periode 2004-2009 silam.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif