News
Rabu, 20 Agustus 2014 - 23:30 WIB

KASUS GLA : KY: Biar Tidak Menghambat, Rina Iriani Harus Ditahan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rina Iriani (JIBI/Solopos/Septian Ade Mahendra)

Solopos.com, SEMARANG — Komisi Yudisial (KY) menyoroti keterlambatan jalannya persidangan perdana kasus korupsi terdakwa mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

Penghubung KY Jawa Tengah (Jateng), Syukron Salam menyatakan persidangan molor sampai satu jam lebih hanya karena menunggu kedatangan terdakwa Rina Iriani dari Karanganyar. ”Gara-gara menunggu kedatangan Rina sidang molor, padahal majelis hakim, jaksa penuntut umum [JPU], dan penasihat hukum sudah datang,” katanya di Semarang, Rabu (20/8/2014).

Advertisement

Seperti diketahui persidangan perdana Rina Iriani di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (19/8/2014) yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB, baru dimulai sekitar pukul 11.30 WIB. Keterlambatan persidangan terdakwa kasus korupsi pembangunan perumahaan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar senilai Rp35 miliar ini, lanjut Syukron tidak sejalan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Supaya pada proses persidangan ke depan tidak terlambat, dia meminta supaya majelis hakim memerintahkan terdakwa tinggal di Semarang. ”Majelis hakim supaya melakukan penahanan terhadap Rina di Semarang supaya tidak menghambat jalannya persidangan,” ungkapnya.

Sebab, sambung dia, bila terdakwa Rina yang tidak ditahan masih tinggal di Karanyanyar dikhawatirkan proses persidangan akan terlambat, karena jarak Karanyanyar-Semarang cukup jauh. ”Jadi ini hanya pertimbangan supaya proses peradilan berjalan cepat, sederhana, dan murah,” tandasnya.

Advertisement

Syukron menilai langkah majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang tidak menahan terdakwa Rina Iriani bukan suatu pelanggaran. ”Mungkin hakim mempunyai pertimbangan terdakwa kooperatif, mungkin bila pada persidangan berikutnya terlambat terus bisa saja menetapkan penahanan,” ungkapnya.

Sementara itu, uang hasil korupsi Rina Iriani senilai Rp11,8 miliar selain untuk kepentingan pribadi juga mengalir ke sejumlah pihak. Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (19/8/2014), uang korupsi itu antara lain mengalir ke DPRD Karanganyar, aparat keamanan, kejaksaan, dan lainnya.

DPRD Karanganyar pada 19 Januari 2010 menerima Rp350 juta, kemudian pada 28 Januari 2010 menerima untuk biaya operasional DPRD senilai Rp135 juta. Dengan uraian kuitansi pinjaman pihak ketiga untuk aparat, Dandim, Kapolres, Kapolsek, Danramil, Camat, dan Diamond, pada 29 September 2008 dicairkan uang senilai Rp64,5 juta.

Advertisement

Pada 16 Agustus 2008 dengan uraian pinjaman pihak ketiga (kejaksaan) senilai Rp12,5 juta. Dengan uraian bantuan langsung masyarakat (BLM) pada 25 Juni 2008 untuk Dandim Karanganyar senilai Rp10 juta. Ada juga untuk biaya penggantian uang camat yang hadir dalam peresmpian mesjid Himatun Nashim pada 22 September 2008 senilai Rp8,5 juta.

Selain itu, ada pula bantuan wayangan kepala desa (kades) se-Kabupaten pada 25 Maret 2009 senilai Rp3 juta. BLM seragam PMI pada 19 Mei 2008 senilai Rp8,4 juta, pinjaman pihak ketiga/bupati untuk PKK Kebakkramat pada 11 Oktober 2008 senilai Rp25 juta. Operasional Camat Karangpandan pada 28 Oktober 2008 senilai Rp2 juta.

Terpisah, Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng meminta kepada JPU supaya memanggil semua pihak yang menerima uang korupsi tersebut sebagai saksi di pengadilan. ”Kalau mau adil serta dalam upaya penegakan hukum, maka semua pihak yang menerima uang korupsi terdakwa Rina harus dijadikan saksi di pengadilan,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif