News
Senin, 18 Agustus 2014 - 19:30 WIB

KONFLIK INTERNAL PPP : PPP Tak Ingin Jadi Oposisi, Suryadharma Ali Digoyang

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali (kiri) menyalami calon presiden (capres) Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah) disaksikan Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi (kanan) di Kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2014). PPP secara aklamasi akhirnya bersepakat menyerahkan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai capres pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 mendatang. (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Solopos.com, JAKARTA — Gonjang-ganjing internal partai pasca-Pilpres 2014 bukan hanya melanda Partai Golkar. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengalami hal yang sama. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didesak untuk segera menggelar Muktamar bulan ini, Agustus 2014.

Hal itu sesuai dengan rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP, 23-24 April 2014 lalu. Penegasan tersebut disampaikan Anggota Majelis Syariah DPP PPP, Muhammad Rodja di Jakarta, Senin (18/8/2014).

Advertisement

“Kami mendesak DPP sampai akhir bulan ini. Jika tidak, terpaksa kami dari kalangan senior sebagai pendiri partai akan bertindak,” tuturnya.

Seperti diketahui, Mukernas PPP yang digelar pada 23-24 April 2014 telah mengamanatkan untuk segera menggelar muktamar satu bulan setelah diselenggarakannya Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP.

Dalam AD/ART, telah disebutkan Muktamar PPP diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan jika dihitung, maka Muktamar PPP akan jatuh pada Agustus 2014. Rodja mengklaim saat ini sudah ada 450 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan 33 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang mendukung Muktamar digelar pada bulan Agustus tahun ini.

Advertisement

Selain itu, Rodja menilai bahwa Suryadharma Ali (SDA) juga sudah tidak layak untuk menjadi Ketua Umum PPP. Pasalnya, SDA sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dana ibadah haji. “Ketua Umum tidak efektif lagi menjalankan tugasnya. Secara organisatoris ada pelanggaran,” tukasnya.

Sejumlah anggota Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tergabung dalam Forum Peduli PPP (FPP) juga menekankan bahwa PPP tidak boleh menjadi oposisi dalam pemerintahan karena memiliki manfaat yang kecil dalam konteks pembangunan bangsa. “PPP tidak boleh oposisi. Manfaatnya kecil, jadi kami tinggalkan,” kata Muhammad Rodja.

Dia mengatakan PPP hanya menjadi oposisi saat era pemerintahan orde baru sedangkan saat ini tidak mungkin PPP menjadi oposisi. “PPP bukan hanya partainya umat Islam melainkan partai segala kalangan masyarakat. Oleh karena itu apabila Muktamar tidak dilaksanakan sampai saat ini, maka akan memberatkan PPP dalam berjuang membangun kepercayaan rakyat,” papar dia.

Advertisement

Rodja tidak menampik kemungkinan PPP pada akhirnya mengalihkan dukungan kepada pasangan Jokowi-JK. Menurut dia, hal itu wajar saja.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif