News
Minggu, 10 Agustus 2014 - 05:45 WIB

Anggap Anak Bodoh? Mungkin Anda yang Salah

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Solopos.com, SOLO — Pada hakikatnya tidak ada anak bodoh di dunia ini. Setiap anak pasti memiliki kepintaran masing-masing sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki.

Pendapat itu disampaikan pakar parenting yang juga dosen Pendidikan Guru Pendidikan Anak usia Dini (PAUD) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Hasto Daryanto, saat menjadi pembicara seminar parenting yang digelar SD Djamaatul Ichwan di Hotel Aston Solo, Sabtu (9/8/2014).

Advertisement

Lebih lanjut Hasto memaparkan jika seseorang menilai anak dengan pandangan sempit, biasanya akan muncul stigma anak bodoh kepada seorang anak yang menurutnya tidak pintar di sekolah. Tapi jika seseorang menilai seorang anak dengan pandangan luas, sesungguhnya tidak ada anak yang bodoh. “Oleh karena itu pahami dan hargai kekuatan setiap anak,” ujarnya.

Sebenarnya, kata Hasto, kemampuan seorang anak itu seluas samudera. Jika kemampuan anak dimaknai luas, anak akan menemukan eksistensinya. Ukuran kepandaian seorang anak seharusnya diukur dari tiga dimensi. Yaitu secara afektif, psikomotorik dan kognitif.

Sayangnya, banyak orang tua dan guru yang menilai kepintaran seorang anak secara kognitif. Seorang anak dikatakan pintar jika dia berprestasi secara akademis di sekolah. Padahal ketika seorang anak sudah mau datang ke sekolah dengan rajin, mau berpakaian sendiri, anak itu juga sudah pintar secara afektif.

Advertisement

Orang tua, lanjutnya, berkewajiban membangun konsep diri anak, menjelajah kemampuan anak dan tidak menjadi mesin pembunuh kemampuan anak. Orang tua harus membangun konsep diri anak yang positif, tidak kenal putus asa menemukan kemampuan anak.

Menurutnya ada beberapa ciri rumah yang bisa menjadi mesin pembunuh kemampuan anak. Yaitu ketika orang-orang di rumah itu sering melarang anak melakukan aktivitas yang disukai, menyebut anak dengan sebutan negatif, tidak memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi, memberikan hukuman yang tidak mendidik dan adanya tekanan terhadap prestasi anak di sekolah. “Dalam mendidik anak sebenarnya tidak ada hukuman, yang ada adalah konsekuensi,” ujarnya.

Sementara itu salah seorang guru SD Djamaatul Ichwan Solo, Wiwin Kurnianti, mengungkapkan tahun ini SD Djamaatul Ichwan sudah mulai menerapkan kukirikulum 2013 pada siswa kelas I, II, IV dan V. Secara umum, sebenarnya kurikulum 2013 menjadikan beban guru dan siswa lebih ringan dibandingkan menerapkan kurikulum pendidikan sebelumnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif