Soloraya
Jumat, 8 Agustus 2014 - 14:50 WIB

KINERJA DPRD SOLO : Hasil Studi Banding Tak Pernah Dipublikasikan

Redaksi Solopos.com  /  Hijriyah Al Wakhidah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tampilan website dprd-surakartakota.go.id. (JIBI/Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SOLO—Hasil studi banding, konsultasi, dan kunjungan kerja (kunker) yang dilakukan para wakil rakyat rupanya tidak pernah diinformasikan kepada publik.

DPRD Solo hanya menginformasikan tentang produk hukum yang dihasilkan dari kegiatan perjalanan dinas itu, berupa peraturan daerah (perda) atau regulasi lainnya.

Advertisement

Hal itu diakui Wakil Ketua DPRD Solo, Muh. Rodhi, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (8/8/2014). Dia menegaskan hasil studi banding, konsultasi, dan kunker memang tidak dibuka ke publik karena ada beberapa persoalan yang butuh dikomunikasikan.

Dia mengatakan hanya produknya yang berupa perda yang disampaikan ke publik lewat website dprd-surakartakota.go.id.

Dalam website yang dibuat 10 Desember 2012 tercatat ada 43.392 pengunjung. Website itu mencantumkan semua unsur alat kelengkapan Dewan.

Advertisement

Namun, agenda masing-masing alat kelengkapan Dewan, seperti Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Panitia Khusus dan Badan Anggaran tidak tercantum dan masih dalam masa tes tertanggal 28 Desember 2012.

“Kegiatan studi banding atau konsultasi itu terkait dengan pembahasan materi yang sedang dibahas. Misalnya, ketika kami sedang membahas Raperda Izin Gangguan, di situ karena raperda belum jadi, hasil studi banding atau konsultasi tidak setara fulgar dikeluarkan ke publik. Ada beberapa yang butuh dikomunikasikan. Produknya saja yang dibuka ke publik, yakni perdanya,” jelas Rodhi.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menguraikan konsultasi ke kementerian itu diperlukan tidak sekadar melihat produk regulasi dari kementerian itu.

Advertisement

Lewat konsultasi itu, terang dia, DPRD bisa mengetahui latar belakang pemikiran dan pergulatan pemikiran atas munculnya produk hukum itu. Pemikiran dalam risalah itu, bagi Rodhi, yang dibutuhkan ketika studi banding atau konsultasi.

“Bisa jadi hasilnya negatif, misalnya soal kebijakan anggaran di daerah tujuan studi banding mengalokasikan anggaran tertentu, tenyata kami tidak karena ada pertimbangan tersendiri. Hal seperti itu juga tidak perlu dibuka ke publik. Penyesuaian kondisi sosial dan daerah juga tidak perlu disampaikan ke publik agar masyarakat tidak bingung,” imbuhnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif