News
Senin, 28 Juli 2014 - 09:00 WIB

LEBARAN 2014 : "Wisata Bencana", Melihat Lumpur Seharga Rp45.000

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi lumpur Lapindo (Dok/Solopos)

Solopos.com, SIDOARJO — Setiap orang mungkin pernah melihat lumpur, bahkan sebagian mungkin merasa jijik dan tidak berharga jika melihat tanah yang bercampur air. Namun, bagi warga Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, benda itu adalah satu-satunya sumber penghasilan mereka setelah semburan lumpur Lapindo delapan tahun lalu.

Sejak beberapa tahun belakangan, bencana yang memakan areal hingga 1.500 ha ini menjadi kawasan wisata tidak resmi bagi pengguna jalan yang kebetulan melintas dari Surabaya ke Malang atau Pasuruan dan sebaliknya.

Advertisement

Sarwi Siring, salah satu warga yang menjadi tukang ojek bagi wisatawan lumpur sejak rumahnya terendam, mengungkapkan mayoritas warga yang belum diganti rugi menyandarkan kehidupan mereka dari kawasan lumpur ini. Maka tak heran, untuk ukuran wisata yang secara lanskap sama sekali tidak indah ini, harga untuk menikmati kawasan ini tergolong mahal.

Setiap pengunjung yang ingin masuk, melihat-lihat atau berfoto dan selfie di kawasan ini, terkena tiga macam pungutan dari warga. Pertama adalah biaya parkir kendaraan dan masuk ke lokasi sebesar Rp15.000 per orang. Kedua adalah jika pengunjung ingin menggunakan jasa ojek untuk melihat pusat semburan yang berada di tengah kawasan ini, sebesar Rp25.000 per orang.

Ketiga, yaitu uang keamanan menuju pusat semburan sebesar Rp5.000 per kendaraan yang masuk. Sehingga total biaya yang yang harus dikeluarkan setiap wisatawan yang ingin menginjakkan kaki di permukaan lumpur yang mengeras adalah Rp45.000.

Advertisement

Dodik, 32 tahun, salah satu tukang ojek lainnya, mengatakan, dalam sehari setiap warga yang mengais rezeki di lokasi wisata ini mendapat antara Rp25.000-Rp50.000. Jika ramai, pendapatan mereka per orang bisa mencapai Rp100.000.

Sebagian orang mungkin menganggap tarif masuk ini tergolong mahal, bahkan sangat mahal. Namun, sebagian lain barangkali mafhum. Uang seharga itu mungkin sangat kecil nilainya apabila dibandingkan dengan luka dan penderitaan warga Lumpur Lapindo, begitu Dodik menyebutnya, akibat kelalaian sebuah perusahaan. Lebih-lebih mereka yang belum mendapat ganti rugi.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif