News
Senin, 28 Juli 2014 - 07:00 WIB

LEBARAN 2014 : Setelah SBY, Korban Lumpur Lapindo Berharap pada Jokowi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SIDOARJO — Terik matahari dan bau gas campur belerang menemani Tim Reportase Mudik berwisata Lumpur Lapindo di Sidoarjo. Tangga kayu dan jalan yang menanjak dengan ketinggian 12 meter, kami lewati untuk bisa melihat lumpur.

Sejauh mata memandang terlihat jelas hamparan lumpuran yang telah mengeras maupun yang masih basah. Asap putih masih membumbung tinggi di lokasi semburan lumpur yang bercampur dengan gas itu. Di lokasi itu juga terlihat seorang anak laki-laki yang menaburkan bunga di salah satu tempat yang dulunya adalah kompleks pemakaman.

Advertisement

Sudah delapan tahun sejak 2006, bencana lumpur Lapindo seluas 1.500 hektare dengan ketinggian 12 meter ini terjadi dan menenggelamkan 3 kecamatan dan 16 desa di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Lumpur ini membuat ratusan warga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka karena 25 pabrik yang berada di area ini pun juga ikut terendam lumpur. Ulfa, seorang ibu dengan anak satu ini, bekerja sebagai tukang ojek di lokasi lumpur.

Dengan menggunakan motor Honda Astrea warna hitam, Ulfa mengantar para wisatawan menuju ke lokasi semburan yang jaraknya 2 kilometer.

Advertisement

Setiap harinya, Ulfa bekerja dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Pendapatannya tak lebih dari Rp80.000 dan bahkan uang Rp2.000 pernah dia dapatkan. “Paling banyak sehari Rp80.000 mbak kalau lagi ramai. Kalau sepi cuman Rp50.000 dan saya pernah cuman dapet Rp2.000 saja. Di sini ada 150 tukang ojek jadi ya saling berbagi,” katanya di lokasi Lumpur Lapindo, Minggu (27/7/2014).

Dia terpaksa menjadi tukang ojek untuk membantu suaminya agar dapat menyekolahkan anaknya yang duduk dibangku sekolah dasar. Dulu, rumah dan pabrik tempatnya bekerja yakni pabrik lumpur terendam lumpur yang makin lama makin meninggi. Kompensasi biaya rumah yang diterimanya PT Lapindo Brantas Inc. baru 20%.

Padahal, PT Lapindo Brantas menjanjikan penggantian biaya Rp1,5 juta per meter dari rumah yang terkena bencana ini. “Saya baru dapat 20% dari tahun 2007 hingga 2012, warga lain juga baru dapat 40% dari Bakrie. Kalau warga yang kompensasinya dari pemerintah sudah lunas semuanya. Rumah saya tanggung jawabnya Lapindo,” ujarnya.

Advertisement

Ulfa dan keluarganya pernah berencana merantau ke kota besar untuk mencari penghidupan yang layak. Namun, niat itu ditentang oleh keluarga besarnya karena dirinya dibutuhkan menandatangi surat-surat perjanjian maupun pencairan uang.

“Saya mau pindah ke Semarang atau Jakarta untuk cari hidup layak tapi dilarang sama kakak saya, katanya susah untuk minta tanda tangan pencairan uang,” ucap sambil mengelap keringat yang mengucur dari wajahnya.

Dia menuturkan hingga delapan tahun bencana lumpur ini terjadi belum pernah sekalipun pemilik Lapindo datang ke lokasi untuk melihat keadaan para warga. “Pak SBY pernah datang ke lokasi. Kalau [Aburizal] Bakrie belum pernah sekalipun datang ke sini,” tuturnya.

Ulfa berharap dengan terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden dapat menyelesaikan permasalahan dan pelunasan pembayaran para warga korban semburan lumpur Lapindo. “Saya ingin cepat selesai, cepat dibayarkan. Sudah delapan tahun ini mbak. Saya masih ngontrak, hutang sana sini untuk hidup,” katanya dengan suara yang serak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif